Pelitabanten.com — Tanggal 9 Februari diperingati sebagai Hari Pers Nasional. Penetapan ini terjadi di masa Pemerintahan Presiden Soeharto, yang merespon permintaan kalangan pers akan adanya Hari Pers Nasional.
Keinginan para wartawan untuk menetapkan hari bersejarah bagi pers akhirnya didengar oleh penguasa Orde Baru itu. Melalui Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985, Soeharto menetapkan 9 Februari sebagai Hari Pers Nasional.
Ketika itu, Soeharto menegaskan bahwa pers muncul sebagai obor penerangan. Soeharto juga memberikan penjelasan mengenai Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1983 dan berusaha mengembangkan pers yang sehat, bebas dan bertangung jawab.
“Pertumbuhan dan peningkatan pers nasional akan memberikan nilai positif bagi perkembangan dan pertumbuhan bangsa Indonesia,” kata Soeharto.
Penetapan Hari Pers Nasional memang tak terlepas dari organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang berdiri pada 9 Februari 1946. Dengan demikian, muncul kritik mengenai penetapan Hari Pers Nasional yang diambil dari HUT PWI.
Salah satu kritik mengenai penetapan Hari Pers Nasional adalah karena PWI merupakan satu-satunya organisasi pers yang diperbolehkan ada saat Orde Baru berkuasa.
Saat Soeharto memimpin, sejumlah wartawan yang menginginkan independensi pers dan wartawan dari unsur pemerintah kemudian mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
AJI dan sejumlah sejarawan kemudian mengusulkan agar Hari Pers Nasional ditetapkan sesuai dengan sejarah pers di Indonesia. Salah satu usulan adalah menetapkan tanggal meninggalnya tokoh pers Tirto Adhi Soerjo pada 7 Desember.
Salah satu warisan legendaris Tirto adalah surat kabar Medan Prijaji. Di tangannya, pers menjadi wahana untuk melatih rakyat jelata membela hak-haknya di hadapan penguasa.
Dia menerbitkan Suluh Keadilan karena pers ke depan pasti akan berhubungan dengan pasal-pasal. Putri Hindia sebagai tonggak pers perempuan bahkan melatih sendiri wartawan-wartawannya.
Usulan lain adalah menetapkan Hari Pers Nasional disesuaikan dengan tanggal berdirinya Medan Prijaji pada Januari 1907.
Sejarawan Asvi Warman Adam memberikan usulan jalan tengah, yaitu peringatan bulan pers nasional pada Januari yang kemudian dilanjutkan dengan puncak peringatan pada 9 Februari.
Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengakui adanya masalah sejarah di balik penetapan HPN. “Kalau memang rekan-rekan wartawan punya ide penetapan ulang HPN, sebaiknya tidak membekukan ide itu di internal organisasi, tetapi digelar diskusi,” ujarnya. (Dilansir dari berbagai Sumber)