Beranda Opini

Dilema Politik Partai Golkar

Dilema Politik Partai Golkar
Memed Chumaedy. M.Si (Dosen Fisip UMT)

TANGERANG, Pelitabanten.com – Partai yang didirikan Soeharto dan pernah berkuasa selama 32 tahun pasca reformasi mengalami pasang surut dalam capaian prestasinya, selama reformasi Golkar tidak pernah menduduki posisi tertinggi dalam raihan suara di pemilu.

Walaupun masih papan atas dalam raihan suara, dinamikanya selalu menarik untuk dicermati, apalagi dinamika politik baik di internal maupun eksternal. Di internal Golkar selalu dirundung persoalan, dimulai dari konstruksi ketidak percayaan publik pasca Soeharto, konflik dualisme kepemimpinan hingga penetapan 2 kali tersangka Novanto sebagai Ketua Umum.

Dinamika ini tidak pernah menyurutkan kadar kompetensi kader di beberapa pilkada, Golkar masih tetap bertengger di pusat “game of throne” dalam politik Indonesia. Masalah demi masalah terus dienyam oleh Golkar, seringnya ujian kedewasaan politik Golkar tidak menyurutkan kadernya melenggang jadi kepala daerah baik itu Gubernur, Walikota dan Bupati.

Contoh sederhana Golkar Provinsi Banten, pasca penetapan Ratu Atut menjadi tersangka, Golkar tidak pudar dalam pandangan dan tidak letih dalam berperang, orang banyak meyakini pasca ditetapkannya atut menjadi tersangka akan melemahkan dan mendegradasi positioning politik Golkar di Banten, tapi fakta itu tidak terbukti dan malah Golkar mampu mengembalikan kejayaannya di pilkada Provinsi Banten.

Tercatat dari 8 kabupaten kota yg ada di Provinsi Banten, Golkar unggul telak, Kabupaten Tangerang (Zaki Iskandar) Kota Tangerang Selatan (Airin Rachmi Diany) Kabupaten Serang (Hj Tatu) Kota Serang Jaman) Kota Cilegon (Tb Iman) dan Kabupaten Pandeglang (Tanto W Arban: Wabup), Kota Tangerang (Sahcrudin, Wakil Walikota) Golkar menempatkan kader terbaiknya di 5 daerah sebagai bupati dan walikota dan 2 sebagai wakil bupati dan wakil walikota.

Ujian Golkar di Pilkada 2018

Menghadapi pilkada sedari awal Golkar merasa yakin akan memenuhi targetnya untuk menempatkan kader terbaiknya sebgai kepala daerah, ada 3 kabupaten dan 1 kota yang akan melaksanakan pilkada, keempat itu adalah Kabupaten Lebak, Kota Serang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kab serang.

Kabupaten Lebak Golkar sepertinya yakin terhadap pilihannya kepada petahana, Kota Serang istri dari Walikota Serang pun merasa pede dengan hasil akhir, Kabupaten Tangerang Zaki Iskandar mulus dengan hasil selama ini, dan Kota Tangerang tertatih tatih.

Daerah terakhir yang sebut ini mengalami nilai buruk dalam penentuan akhir, berita yg beredar dari media lokal, bahwa sahcrudin yang notabene sebagai Wakil Walikota dan Ketua DPD Golkar Kota Tangerang dicabut dukungannya dikarenakan lambatnya melakukan konsolidasi dan komunikasi politik shingga deadline yang ditetapkan untuk mengirim partai koalisi dan calon wakilnya urung disampaikan oleh wakilnya.

Ditariknya dukungan dari DPD Golkar Banten ini ada beberapa hal yang perlu dicermati.

  1. Sahcrudin gagal total berkomunikasi politik
  2. Sahcrudin gagal mengkonsolidir kekuatan Golkar dalam mencari kawan koalisi
  3. 3.Ssahcrudin gagal membangun popularitas dirinya, alhasil DPD Golkar Banten mengevaluasi dan menarik  dukungan untuk Sahcrudin.

Ketidakcermatan Sahcrudin dalam berkomunikasi, konsolidasi dan membangun popularitas sejatinya bukan karena institusi yang menaunginya tapi lebih kepada personal Sahcrudin. Ujian Sahcrudin pada 3 hal di atas perlu dipahami sebagai nasib buruk Golkar di tangan Sahcrudin.

Berbenah ala Golkar

Pasca ditariknya dukungan politik Golkar kepada Sahcrudin, Golkar sebagai partai tua dan berpengalaman sepertinya tidak sulit mengambil momentum politik di Kota Tangerang. Ada beberapa pilihan untuk berbenahnya Golkar. Pertama, Golkar menyiapkan pengganti Sahcrudin untuk melawan petahana Arief Wismansah. Kedua, Golkar merapat ke petahana dengan menawarkan kader terbaiknya untuk siap digandeng sama petahana. Ketiga, Golkar mengusung orang eksternal yg siap dijadikan kader dan terakhir Golkar tidak ikut bermain dalam “game of throne” di Kota Tangerang.

Pilihan terakhir mungkin tidak pernah dilakukan oleh Golkar, Golkar sangat realistis terhadap realitas politik yang ada, dalam tradisi politik Golkar, sangat jarang sekali Golkar bersebrangan dengan pemerintah dan golkar selalu dalam lingkaran pemerintah.

Akhirul kalam, waktu masih relatif lama untuk berbenah ala Golkar, Golkar akan memastikan arah politiknya untuk kemajuan Kota Tangerang, mengutip adagium “if there is a will there is away” dimana ada kemauan, disitu ada jalan. dan saya yakin golkar bisa memainkan peranannya itu.

wallahu a’lam bisshowab

Penulis: Memed chumaedy. M.Si (Dosen Fisip UMT)