
TANGERANG, Pelitabanten.com – Sebanyak 1.000 pedagang Pasar Induk Tanah Tinggi Kota Tangerang melakukan aksi mogok dagang selama tiga hari, terhitung sejak hari Senin 13 – 16 November 2017. Demi menjaga keamanan dari gangguan Kamtibmas, anggota kepolisian disiagakan di pasar tersebut.
“Kami sudah memonitor aksi mogok dagang di Pasar Induk Tanah Tinggi. Ada 100 personil Kepolisian disiagakan,” kata Kapolsek Tangerang Kota Kompol Ewo Samono. Senin (13/11/2017).
Aksi para pedagang ini karena adanya kebijakan PT Selaras Griya Adigunatama selaku pengelola pasar, yang membuka pendaftaran lapak jauh sebelum jatuh tempo. Hal itu dianggap memberatkan para pedagang Pasar Induk Tanah Tinggi yang kebanyakan menjual sayuran dan buah-buahan.
“Berakhirnya sewa lapak pedagang itu tahun 2021, artinya masih ada 4 tahun lagi. Tapi sudah dibicarakan sekarang. Dipaksa atau dicoba untuk membuat perjanjian baru, kita diintimidasi agar para pedagang membuat kontrak baru,” ujar Ketua Paguyuban Pasar Induk Tanah Tinggi, Luster P. Siregar. Senin (13/11/2017).
Hal tersebutlah yang berimbas memanasnya hubungan antara pedagang dan pengelola pasar. Sebagian besar pedagang menolak kebijakan tersebut. Tidak sedikit yang khawatir akan terjadinya penyelewengan dana pengembang oleh pengelola.
“Pedagang menolak kebijakan tersebut karena didasari ketidakjelasan status lahan pasar. Kami akan membayar jika pengelola menunjukkan keabsahan status Pasar Induk Tanah Tinggi,” lanjut Siregar.

Tidak hanya naiknya harga sewa lapak, toko, dan kios saja, para pedagang yang ada di Pasar Induk Tanah Tinggi mengeluhkan uang sarana dan prasarana yang ikut-ikutan naik. Para pedagang dibebani dengan adanya uang sarana dan prasarana sebesar Rp100 perkilo.
“Barang dagangan yang masuk bukan satu-dua kilo, tetapi sudah berton-ton. Coba bayangkan berapa banyak uang yang akan dikeluarkan pedagang,” cetusnya.
Pasar terbesar di Kota Tangerang tersebut memiliki luas 3 hektare dengan 1.500 lapak, toko, dan kios. Harga sewa nya naik berlipat ganda dari sebelumnya.
“Katakanlah Rp100 juta perlapak, berarti jumlahnya Rp100 miliar. Seandainya itu kita kasih, mereka kabur, siapa yang bertanggung jawab, itu kekhawatiran kita,” paparnya. (Ilham)