Beranda Opini

Peran Media Sosial Untuk Mewujudkan Budaya Transparansi Dan Pencegahan Korupsi Di Lembaga Pemasyarakatan

Peran Media Sosial Untuk Mewujudkan Budaya Transparansi Dan Pencegahan Korupsi Di Lembaga Pemasyarakatan
Ilustrasi (Gerd Altmann/Pixabay)

Pelitabanten.com – Korupsi dalam arti terminologi Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai suatu tindakan penyelewengan atau penggelapan uang. Baik uang negara maupun uang perusahaan yang dilakukan untuk kepentingan pribadi atau orang lain (KBBI, 1995).

Korupsi sudah dapat dikatakan sebagai musuh bersama dalam kehidupan bernegara bagi bangsa Indoensia, hal ini dapat digambarkan dari berbagai akibat yang dapat ditimbulkan dari praktik korupsi, yaitu: Pertama, membuat alokasi sumber daya menjauh dari kepentingan publik. Kedua, kekayaan sumber daya ekonomi, termasuk sumber daya alam, tidak bisa mensejahterakan rakyat, bahkan sebaliknya memarjinalkan kekuatan rakyat. Ketiga, monopoli sumber daya ekonomi di tangan sekelompok orang untuk mempertahankan kekuasaannya dengan mencari perlindungan atau dukungan politik, bahkan sekarang sudah langsung masuk kedalam politik dengan mendirikan atau menguasai partai politik. Keempat, partai-partai kuat bukan karena program dan kadernya yang baik, tapi karena dari para pengendali sumber daya alam dan rente ekonomi. Martin Wolf menyebutnya sebagai “renteir capitalism”, yang dapat diartikan sebagai suatu sistem dimana pasar dan kekuatan politik memberikan individu-individu dan pengusaha-pengusaha memiliki ruang yang istimewa untuk mengeruk harta kekayaan yang besar dari orang lain.

Akibat buruk dari praktik korupsi yang sangat besar bagi bangsa Indonesia telah memunculkan kesadaran bersama untuk berupaya memberantas praktik korupsi dengan cara-cara yang inovatif. Pada dasarnya korupsi sudah harus dicegah dari awal bahkan ketika korupsi baru hanya bersifat perilaku dalam berkehidupan sosial yang mungkin akan terjadi ke praktik korupsi yang lebih besar. Dalam hal ini, segala peluang yang timbul untuk melakukan praktik korupsi korupsi harus dicegah. Berkaitan dengan hal tersebut, cara pandang dan pola pikir untuk menolak dan membenci korupsi sudah harus ditanamkan sejak dini.

Berdasarkan data yang di peroleh dari https://www.bps.go.id, Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) meningkat dari tahun 2019. IPAK Indonesia pada tahun 2020 ini tercatat sebesar 3,84 lebih besar dari IPAK pada tahun sebelumnya. (Badan Pusat Statistik, 2020). Namun dalam kenyataan di lapangan meningkatnya IPAK tidak begitu terasa dalam kehidupan sosial masyarakat. Di Indonesia praktik korupsi masih terasa begitu kuat dalam keseharian, terutama bagi pelaksanaan birokrasi yang dijalankan oleh pemerintah.

Jika saja praktik korupsi dapat dilaksanakan dalam suatu wujud tindakan yang nyata, maka tindakan hukum harus segera dilakukan. Pelaku dari tindak pidana kasus korupsi harus mengakui bersalah dan mempertanggung jawabkan apa yang telah diperbuat. Dengan melakukan mekanisme formal yaitu perangkat penegak hukum harus menjatuhkan hukuman kepada pelanggar praktik korupsi sesuai dengan hukum yang berlaku. Dampak yang luas dari korupsi, juga menjadikan agenda pemberantasan korupsi sebagai agenda multipihak. Agenda ini tidak hanya melibatkan elemen masyarakat dalam suatu negara, namun juga melibatkan peran pemerintah.

Pemerintah Indonesia saat ini sedang berupaya melaksanakan agenda pemberantasan korupsi tersebut. Salah satunya adalah tugas dan tanggung jawab untuk meningkatkan transparansi publik dalam melaksanakan pelayanan publik. Media sosial dianggap oleh banyak masyarakat sebagai wadah yang sangat baik dan inovatif untuk membantu dalam memudahkan proses pelayanan publik, mengurangi biaya pelayanan publik, meningkatkan transparansi, dan tentunya mencegah korupsi.

Kemudian pertanyaannya adalah apakah dengan cara meningkatkan transparansi publik melalui media sosial dapat mencegah praktik korupsi di lembaga pemasyarakatan yang memiliki tugas melaksanakan pelayanan publik bagi warga binaan pemasyarakatan secara khusus dan masyarakat secara luas?

Pemasyarakatan adalah sebuah Lembaga penegak hukum yang merupakan bagian dari sistem peradilan pidana di Indonesia yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memberikan pelayanan publik, baik berupa pelayanan bagi warga binaan pemasyarakatan, anak, klien, tahanan, dan bagi masyarakat secara luas. Dalam penyelenggaraan tugas dan fungsinya (tusi), pemasyarakatan memiliki landasan hukum yaitu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan.

Lembaga pemasyarakatan hadir untuk memenuhi terjaminnya hak asasi manusia bagi para pelanggar hukum, walaupun para pelanggar hukum telah melakukan kesalahan, namun bukan berarti hak asasi manusia bagi para pelanggar hukum juga serta merta dicabut atau dihapuskan. Disinilah fungsi lembaga pemasyarakatan sebagai bagian dari pemerintah untuk melaksanakan pelayanan publik, khususnya bagi manusia yang bermasalah dengan hukum yaitu bagi warga binaan pemasyarakatan dengan memberikan pelayanan terbaik demi tercapainya tujuan peemasyarakatan yaitu reintegrasi sosial bagi warga binaan pemasyarakatan melalui program pembinaan.

Pada pelaksanaan tugasnya Lembaga Pemasyarakatan sangat rentan terhadap terjadinya praktik korupsi mulai dari pungutan liar, gratifikasi dan pemerasan terhadap warga binaan maupun bagi keluarga dari warga binaan. Maka perlu bagi lembaga pemasyarakatan untuk mencari cara dan menemukan sebuah solusi dalam mencegah terjadinya praktik korupsi dalam pelaksanaan tugas.

Salah satu cara yang dapat dilakukan bagi Lembaga Pemasyarakatan untuk mencegah terjadinya praktik korupsi dalam pelaksanaan tugas adalah dengan memanfaatkan media sosial sebagai upaya untuk menumbuhkan budaya transparansi dalam organisasi. Media sosial tersebut juga dapat dijadikan sarana untuk menyebarluaskan informasi bagi masyarakat luas untuk mengetahui pelaksanaan tugas dan fungi Lembaga Pemasyarakatan dengan memposting berbagai macam tulisan, foto, video, data laporan tentang program lembaga pemasyarakatan yang dapat memberikan transparansi dalam pelaksanaan tugas sehari-hari.

Adanya landasan hukum berupa peraturan perundang-undangan tentang keterbukaan informasi publik memiiki dampak yang sangat besar untuk meningkatkan kinerja lembaga penegak hukum di Indonesia, termasuk bagi Lembaga Pemasyarakatan. Dalam menanggapi tuntutan dari masyarakat secara umum dan warga binaan pemasyarakatan secara khusus yang berkaitan dengan upaya mengawasi pelaksanaan tugas dari pemasyarakatan serta pengawasan dalam hal penggunaan dana anggaran oleh Lembaga Pemasyarakatan yang sesuai dengan peruntukannya yaitu untuk pelayanan publik, terkhusus bagi kepentingan program pembinaan atau pelayanan bagi warga binaan pemasyarakatan.

Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi Publik dapat dijadikan suatu acuan bagi Lembaga Pemasyarakatan untuk meningkatkan transparansi informasi melalui media sosial yang dikelola oleh setiap Lembaga Pemasyarakatan yang ada di Indonesia. Transparansi informasi terssebut adalah salah satu syarat bagi penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis, dimana diharapkan akan membawa perubahan paradigma bagi Lembaga Pemasyarakatan dalam mengelola informasi dan pelayanan publik dari pelaksanaan tugas dan fungsinya yang selama ini dianggap Lembaga Pemasyarakatan sebagai lembaga yang tertutup menuju Lembaga Pemasyarakatan sebagai lembaga yang terbuka terutama terhadap informasi dan pelayanan publik, bagi warga binaan pemasyarakatan secara khusus, dan bagi masyarakat secara umum.

Media sosial yang memanfaatkan dari adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi secara mudah akan dapat diakses dan dijangkau oleh masyarakat luas. Bila dibandingkan dengan media konvensional maka media sosial akan lebih efektif dalam menyebarkan informasi secara mudah bagi masyarakat. Hal tersebut dapat dijadikan Lembaga Pemasyarakatan sebagai media dalam meningkatkan budaya transparansi, menumbuhkan jiwa anti korupsi karena diawasi masyarakat secara luas, dan menjadikannya sebagai alat bukti bagi pelaksanaan tugas dan tanggung jawab bagi Lembaga Pemasyarakatan.

Dengan demikian hasil positif dalam upaya pencegahan korupsi di Lembaga Pemasyarakatan yang didapatkan dari adanya pemanfaatan media sosial adalah terciptanya tata kelola informasi pelayanan publik yang baik, peningkatan transparansi kepada publik, dan meminimalisir peluang bagi praktik korupsi akibat adanya transparansi informasi organisasi yang masif dan pengawasan oleh masyarakat secara luas.

Fardhan Wijaya KosasiPenulis: Fardhan Wijaya Kosasi (Politeknik Ilmu Pemasyarakatan, Kementrian Hukum dan HAM)