Beranda Opini

Tiada Hari Tanpa Berhala (part 1/2)

Tiada Hari Tanpa Berhala
Foto: Ubaidilah

Pelitabanten.com – Bagi umat islam kalimat Tauhid adalah kalimat yang menyatakan bentuk pengikraran, perjanjian dirinya dengan Tuhannya, pengakuan secara total tentang Dia yang memiliki alam semesta beserta isinya, yang menghidupkan dan yang mematikan, satu satunya Dzat yang terserah se enak udele dewek. Karena memang Dialah yang berhak bersifat otoriter terhadap apapun, dan kapan pun.

sehari disunnahkan kita mengucapkan kalimat inna shalati wanusuki wamahyaya wa mamati lillahi robil a’lamin, La syarikalahu kalimat ini disisipkan dalam do’a iftitah biasanya di baca ketika kita sebagai muslim mendirikan shalat, entah maksudnya untuk apa kalimat ini seolah-olah kita di haruskan berikrar sehari minimal lima kali. Semakin banyak semakin bagus harusnya sih begitu.

Kalimat di atas sangat familiar di mulut kita karena memang dari kecil kita sudah diwajibkan menghafal. Sebagaimana kodrat anak kecil sangat mudah untuk menghafal, setelah dewasa kalimat itu hanya tetap manjadi kalimat tanpa makna, berdiam diri di setiap orang shalat setelah kedua tangan terangkat, menjadi rentetan kalimat bacaan pada setiap shalatnya, mungkin sampai akhir zaman kalimat itu akan tetap berdiam diri di atas sajadah, atau penghuni masjid-masjid dan surau-surau, tanpa pernah di ajak tamasya atau sekedar berbelanja di mall-mall dan pasar-pasar. Karena seorang pendekar tidak akan pernah tau sejauh mana ia menguasai ilmu bela dirinya sebeleum berhadapan langsung dengan musuhnya.

Seharusnya la syarikalahu di aplikasiannya bukan saja di shalat kita, tapi di luar dari shalat itu sendiri, tetap la syarikalahu walaupun di ajak gotong royong untuk mencuri uang rakyat, tetap la syarikalahu walaupun di kasih peluang untuk melakukan kecurangan, tetap memegang la syarikalahu dalam kondisi apapun.

Langkah pertama sebelum melakukan ritualitas rukun islam yang lima, yaitu shalat, zakat, puasa, dah berhaji. landasan utamanya ialah La ilaha ilallah. Kalimat sakti ini terkesan sedikit ada pemaksaan dari si Empunya, seolah olah Tuhan sengaja butuh pengakuan dari manusia, supaya manusia sadar kalau yang sebenar benarnya Tuhan yang harus di sembah adalah Allah, bukan ilah.

Dalam surat Yasin kata ilah ini disebutkan dalam ayat ke 74   “mereka mengambil sembahan sembahan (alihata) selain Allah, agar mendapat pertolongan “ ilah merupakan objek yang dinomer satukan dalam kehidupan, objek yang bisa menolog kita dari segala macam bentuk kesusahan, bisa saja ilah ini berbentuk materi atau berbentuk imateri. Apapun yang kita nomersatukan dalam kehidupan itulah ilah. masalahnya sering kita melupakan Allah ini karena kita sibuk dengan ilah ilah yang kita jadikan tujuan karier hidup

Oleh karena itu bisanya para ustadz sering mengutarakan pentingnya tentang berdoa kepada Allah, dan setelah berdoa kita di wajibkan berusaha atau ikhtiyar dan ujungnya di akhiri dengan tawakal. Berdoa kepada Allah adalah bentuk menomer satukan Allah sebelum menomer satukan selain Allah, saya pribadi untuk berdoa ini adalah bentuk etika kita terhadap sang Maha Satu ini, minimal kita masih mendahulukan menyapa Allah sebelum menyapa selain diriNya.

Mungkin sifatnya manusia yang dalam penciptaannya ada unsur lupa, jadi walalupun sudah sedikit dipaksakan oleh Tuhan dalam ikrarnya sifat lupa ini sangat mendominasi dalam kehidupan, ntah alasan yang logisnya apa kira kira sampai kata ‘lupa’ ini bisa dimaklumi. Kalau hanya dengan kata istigfar saja ‘lupa’ ini bisa di maklumi alangkah senangnya para maling yang terhormat itu, cukup hanya dengan berkata, “Astagfirullah…. saya lupa telah menerima uang suap.” Seketika terhapuslah kesalahan dosanya. Jika memang sedemikan mudah menghapus dosa dosa yang kita lakukan, saya mengajak kepada rekan rekan untuk berbuat dosa sebanyak banyaknya kemudian kita berbondong bondong ke masjid untuk melakukan istigfar secara berjamaah.

Jika seorang koruptor dan para tim suksesnya berhasil merampok uang rakyat milyaran kemudian mereka melakukan istigfar dan tahlil tujuh hari tujuh malam tanpa mengembalikan uang tersebut apakah kemudian istigfarnya akan diterima? Memang saya bukan Tuhan yang berhak menentukan di terima atau tidaknya ampunan seseorang, tapi dengan mengedapankan akal sehat saya pikir Tuhan pun akan sepekat, bahwa kalimat istigfar bukan untuk pengampunan dosa yang disengaja apalagi yang terencana.

Narasumber: Ubaidillah