Beranda Opini

Racikan Pendidikan Karakter

Racikan Pendidikan Karakter

LEBAK, Pelitabanten.com – Martin Luther King Jr. mengemukakan bahwa “ The function of education is to teach one to think intensively and to think critically, intelligence plus character that is the goal of true education”. Di Indonesia saat ini, terdapat beragam spekulasi mengenai pendidikan milenial, pendidikan di era global yang pada zaman ini sedang sangat berkembang pesat. Tapi pertanyaan besarnya adalah, sebenarnya apa yang sedang dicari oleh bangsa ini? Pendidikan seperti apa yang dibutuhkan oleh anak – anak yang kelak akan menggantikan posisi presiden Indonesia, para menteri dan insinyur lainnya?

Negara sudah mencoba berbagai treatment kepada anak – anak dan guru dalam bentuk berbagai macam perubahan kurikulum dan sistem pendidikan, yang tak ayal menimbulkan berbagai polemik kebingungan tersendiri kepada kami yang berada diposisi sebagai peracik bumbu yang akan menghidangkan resep tersebut untuk anak – anak, pertanyaannya lagi adalah apakah memang anak – anak milenial saat ini membutuhkan resep makanan tersebut untuk pola pikir dan tumbuh kembangnya dengan berbagai hantaman lingkungan diluar sana yang sangat luar biasa? seperti yang diawal telah disampaikan oleh Martin Luther King Jr. salah satu tujuan pendidikan sesungguhnya adalah karakter. Maka, rasa yang harus sangat diperkuat dalam bumbu pendidikan era ini adalah sebuah pendidikan karakter.

Lalu pertanyaan besar kembali muncul kepermukaan, jenis pendidikan karakter seperti apa yang dibutuhkan oleh anak – anak milenial zaman ini? Sangat amat tidak bisa dihindarkan lagi, serangan bombardier dari berbagai media dunia berhasil mengkotak – kotakkan otak anak – anak bangsa kedalam beberapa negative frame, seperti dengan mudahnya pengaksesan content pornografi sehingga mencetak generasi berotak kotor yang menggerus otak mereka sendiri dengan menyalurkannya pada hal – hal tak bermoral sehingga menghancurkan diri mereka dan lingkungan sekitarnya. Ada pula content kekerasaan yang sangat mudah ditemui baik di televisi, media online, games dan akses lainnya yang telah mampu membentuk watak keras dan egois generasi kita sehingga memudahkan segala cara untuk mengalahkan lawan kita, baik dengan cara perkelahian, pembunuhan, pencurian, dan tindak kriminal lainnya. Dahsyatnya pengaruh lingkungan dan kemajuan teknologi era ini sehingga dapat memberikan dua sisi yang berbeda bagi para penggunanya, apakah kita akan membentuk anak kita menjadi pemilik kemajuan dunia ini ataukah korban dari kemajuan teknologi tersebut?

Di yayasan tempat saya mengajar, yaitu sebuah pondok pesantren, kami sangat mengedepankan pentingnya membentuk anak mealui pendidikan karakter. Urutan nomor satu yang harus ditempatkan adalah pembentukan karakter yang baik, baru setelah itu penilaian akademik. Mengapa tidak dibalik? Karena sudah sangat banyak bukti yang ada, ketika mengedepankan nilai akademik dibandingkan karakter, maka yang akan muncul ialah para koruptor, orang – orang yang cerdas namun berperilaku tidak terpuji. Maka saat sang anak memiliki karakter yang baik dalam dirinya, nilai akademik tersebut akan mengikuti sehingga kita dapat mencetak generasi yang cerdas lagi berkarakter unggul.
Ada beberapa kunci pendidikan karakter yang disepakati dapat membentuk generasi unggul yang diterapkan di yayasan kami, yang pertama adalah karakter BAKU.

Apa itu karakter BAKU? BAKU adalah Baik dan Kuat, Baik terbagi lagi menjadi tiga poin, yaitu ikhlas, jujur dan tawadhu, Kuat disini juga diturunkan kembali menjadi tiga poin yaitu berani, disiplin dan tangguh. Rumusan awal ini berlaku bagi setiap instansi yang berada dibaawah yayasan untuk diterapkan pada anak – anak, sehingga bagaimana caranya, ketika anak – anak melangkahkan kaki keluar dari sekolah dengan membawa karakter baku ini dalam dirinya, yaitu karakter ikhlas, jujur, tawadhu, benrani, disiplin dan tangguh. Ada berbagai cara dalam mengimplementasikan karakter BAKU tersebut pada anak – anak, seperti pada poin ikhlas, kita bisa lihat sedikit, ketika sang anak fisik dan hatinya sama – sama hadir dalam proses pembelajaran saat itu dan berbahagia dalam mengikuti proses, pantang mengeluh, mengikuti segala proses yang tersedia dengan bahagia, maka kita telah menyediakan jalan ikhlas untuk anak – anak.

Maka, kita sebagai pendidik, harus menjadi sumber kebahagiaan untuk anak – anak, agar mereka dapat memetik keikhlasan dalam proses yang mereka lalui. Tidak hanya anak – anak yang harus memiliki karakter BAKU, akan tetapi seluruh civitas akademik yang berada di baawah yayasan haruslah memiliki karakter BAKU tersebut. Pertama kali karakter BAKU dikenalkan pada seluruh civitas akademik dan anak melalui diklat atau biasa disebut Mabis (masa bimbingan siswa) atau juga ospek. Jadi, seluruh civitas akademik di yayasan kami juga terlebih dahulu telah mengikuti diklat (pendidikan & latihan) sebelum kami mendidik anak – anak, tidak hanya guru, akan tetapi staff TU, supir, ibu kantin, penajga sekolah bahkan kepala sekolah pun mengikuti diklat ini. Agar apa? Agar kami juga sama – sam tahu, formula apa yang akan diberikan kepada anak dan seperti apa setelah mengkonsumsi formula tersebut.

Saya sangat ingat sekali, bagaimana ketika pertama kali saya masuk SMP saat itu saya melewati Mabis di kota Rangkasbitung, Kabupaten Lebak Banten. Masih betah diingatan saya, bagaimana saat melewati mabis dengan penuh bentakan dan gertakan dari para kakak senior atau kakak kelas yang tidak jelas alasannya apa, sehingga tindak kekerasan pada saat mabis atau ospek dapat membentuk karakter pendendam, pemarah banhkan tak ayal sering memakan korban. Kami pun telah dikenalkan pada cinta – cintaan saat pertama kali menginjakan kaki di sekolah baru kami, seperti dengan cara diperintahkan untuk menulis surat cinta dan memberikan hadiah pada kakak senior, hal tersebut juga telah membentuk frame kami sehingga berfikir bahwa, oh ya, kami sudah boleh melakukan kontak langsung dengan lawan jenis untuk mengungkapkan perasaan kami, sehingga yang terjadi setelahnya, timbulah yang namanya anak SMP sudah pacaran bahkan banyak yang sampai mendobrak norma –norma agama, hamil diluar nikah, dan putus sekolah.

Kita harus sepakat bahwa, saat pertama kali sang anak menginjakkan kaki di sekolah pilihannya adalah menjadi awal gerbang kebahagiannya, awal dimana mereka dapat menemukan karakternya, seperti mabis atau ospek yang dilakukan di yayasan kami, kami menjadikan masa tersebut sebagai gebrakan awal untuk mengenalkan siswa pada lingkungan barunya, dan membentuk yang sebelumnya memiliki background berbeda – beda menjadi satu frame yaitu karakter BAKU sesuai dengan visi misi kami. Sejak pertama kali mereka datang, kami sudah mulai memberikan stimulus karakter BAKU pada siswa, seperti ketika makan harus tertib, rapi, berbaris dan teratur, tidak boleh ada satu butir nasipun yang tersisa, sehingga apabila melakukan kesalahan akan mendapatkan konsekuensi.

Dari hal kecil tersebut kami mencoba menerapkan karakter jujur dan disiplin, karena saat mereka telah selesai menempuh pendidikan di tempat ini, hal sekecil apapun yang mereka lakukan haruslah dipertanggungjawabkan, harus jujur terhadap segala sesuatu, dan disiplin, mengikuti peraturan pemerintah yang ada, mengikuti norma – norma aturan yang ada di lingkungan, sehingga kami mencoba membentuknya dari awal, dari hal yang terkecil sehingga bisa menerap dikemudian hari menjadi sebuah kebiasaan.

Karakter BAKU merupakan salahsatu dari banyaknya karakter yang coba kami semai dalam diri anak – anak, ada banyak program lagi yang coba kami kembangkan dalam keseharian mereka, seperti karakter lainnya yang harus dimiliki siswa yaitu TSP. apa itu TSP? TSP adalah singkatan dari 1.Tahan buang sampah sembarangan, 2.Simpan sampah pada tempatnya, 3.Pungut sampah insyaallah berkah. Rumus sederhana itu selalu guru – guru cekoki pada siswa. Mungkin bagi sebagian siswa di awal – awal mereka terbiasa membuang sampah plastik di jalanan, tetapi saat sesama teman mengingatkan TSP, dengan sangat penuh kesadaran mereka akan memungutnya dan membuangnya pada tempatnya. Dari hal terkecil itulah, akan tumbuh hal – hal luarbiasa lainnya dalam diri seorang anak. Maka saat sang anak pulang kerumah, mereka tidak akan betah melihat sampah yang berserakan dan keadaan rumah yang tidak rapi. Karena di sekolah mereka telah di didik TSP dan TSP setiap waktunya.

Dari hal paling terkecil, apabila kita mampu terus membiasakn pada siswa untuk ikhlas melakukannya, maka kita akan mendapati mereka tumbuh sehat dan kuat dengan bumbu – bumbu tersebut. Akan tetapi janganlah berharap kita dapat memiliki anak – anak yang berkarakter baik apabila kita sebagai mentornya tidak memiliki karakter tersebut dan tidak mencontohkannya. Setiap sekolah memiliki visi misi yang berbeda, namun kita telah sepakat untuk membentuk krakter anak bangsa kita menjadi lebih baik lagi dan unggul. Maka apabila setiap sekolah mampu menurunkan visi misi tersebut menajdi karakter unnggul sekolah itu sendiri, menyuguhkannya dengan penuh kebahagiaan pada siswa sejak pertama kali mereka datang dan tentunya membiasakan hal – hal positif tersebut secara berkelanjutan, tidak hanya di awal saja, maka kita telah bersama – sama meracik bumbu yang sama untuk membentuk karakter bangsa lebih baik lagi di masa ini dan selanjutnya untuk kemajuan Indonesia.

Penulis: Dinda Eka Savitri, S.Pd