Beranda Opini

Pilkada Tangerang, Calon Konglomerat Membuat Sistem Demokrasi Jadi Darurat

Pilkada Tangerang, Calon Konglomerat Membuat Sistem Demokrasi Jadi Darurat

KOTA TANGERANG, Pelitabanten.com – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 digelar serentak dalam beberapa waktu dekat ini. Termasuk pada Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Tangerang dan Pemilihan Bupati (Pilbup) Kabupaten Tangerang.

Dalam Pilkada yang akan berlangsung pada tahun mendatang tampaknya tak berjalan sengit di kedua wilayah tersebut. Pasalnya dari incumbent diprediksi bakal kembali memenangi pesta demokrasi lima tahunan ini.

Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Pengamat Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Ciputat Tangerang Selatan, Zaki Mubarok. Ia menyebut bahwa Arief R. Wismansyah dan Ahmed Zaki Iskandar berpeluang besar menjadi Wali Kota Tangerang serta Bupati Tangerang periode 2018 – 2023.

“Mereka ini para incumbent merupakan calon dari kalangan konglomerat yang sulit dikalahkan pada Pilkada 2018,” ujar Zaki Mubarok kepada Wartawan, Selasa (5/12/2017).

Menurut Zaki kedua orang itu sangat memiliki modal yang signifikan. Baik dari segi material mau pun penggalangan massa.

Pasalnya mereka tengah sama – sama berkuasa. Sehingga mudah saja menggalang dukungan dari berbagai elemen masyarakat. “Termasuk juga sejumlah partai politik,” ucapnya.

Ia menuturkan banyak parpol sedang berlomba – lomba dalam mengusung calon petahana ini. Sehingga kedua kandidat itu sangat mudah mendapatkan rekomendasi dari para elite politik.

“Parpol juga tidak mau kalah dalam pertarungan Pillkada, sebab mengusung mereka sangat potensial untuk menang. Bahkan parpol – parpol itu sendiri yang mendekati kedua orang itu. Ya pastinya ada deal – deal politik di dalamnya,” kata Zaki.

Situasi ini membuat sistem demokrasi menjadi tak sehat. Bahkan dirinya menyatakan demokrasi di Tangerang tengah dalam masa darurat.

“Jadinya masyarakat tidak punya pilihan calon alternatif. Dan rawan calon tunggal pada Pilkada 2018 di Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang. Kalau seperti ini demokrasi tidak berjalan baik,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan sejumlah kandidat lainnya malu – malu dalam mengikuti proses demokrasi. Mereka tak berani menentukan sikap dan menyatakan untuk maju bersaing dengan incumbent.

“Contohnya saja pak Sachrudin yang saat ini menjadi wakil pak Arief. Beliau masih ragu untuk maju. Beberapa kandidat lainnya juga masih malu – malu,” imbuhnya.

Zaki menilai tokoh lokal tak begitu menjual. Sistem kaderisasi partai pun tidak berjalan dengan sesuai.

“Ya kalau mau melawan incumbent mesti dari tokoh nasional. Seperti misalnya Rieke Diah Pitaloka dari PDIP yang bisa melawan pak Arief. Karena sosok Rieke sudah terkenal dan mempunyai kapasitas yang mempuni,” papar Zaki