“Semangat yang tinggi tidak akan mampu menembus dinding-dinding takdir Allah”
سوابق الهمم لا تخرق أسوار الأقدار
Kang Fadeli sedang duduk di warung kopi pak Acip, yang kebetulan warung pak Acip bersebelahan dengan masjid, jadi setelah bubaran sholat berjamaah biasanya ada saja yang mampir kewarung kopi pak Acip, entah hanya sekedar ingin menikmati secangkir kopi atau sekedar tegur sapa antara warga satu dengan yang lainnya.
Selang beberapa menit, kang Marsani masuk warung dan memesan segelas kopi, terlihat dari raut wajahnya seperti sedang mengalami keruwetan, seakan akan wajahnya mengekpresikan suasana hatinya.
“Ada apa Mar.. muka kok dilipet gitu, dilihatnya juga seneb Mar..” tegur kang Fadeli kepada Kang Marsani.
Tidak langsung menjawab pertanyaan Kang Fadeli, Kang Marsani menarik nafas dalam dalam, sambil menundukan kepalanya.
“proyek saya gagal total kang, padahal sudah satu bulan sebelumnya proyek ini sudah disepakati tinggal pelaksanaannya saja, tapi tiba tiba dibatalkan sepihak oleh pemilik modal.” Jelas kang Marsani.
“oh begitu, ya sudah ikhlaskan saja, mungkin belum rejeki kamu, kalau sudah rejeki kamu tidak akan kemana kok” kang Fadeli mencoba meredam kekecewaan kang Marsani.
“ saya sih ikhlas kang, tapi sakitnya tuh disini.” Jawab kang Marsani Sambil menunjuk dadanya.
Mendengar jawaban seperti itu kang Fadeli ketawa, “ikhlas kok masih ada tapi, kalau kamu masih merasa tidak terima dengan kenyataan masalah proyek kamu itu, namanya gagal ikhlas, apalagi sakitnya tuh di situ.” Telunjuk kang Fadeli sambil menunjuk dada kang Marsani.
“wajar dong kang, namanya juga manusia.” Sela kang Marsani
“lebih wajar lagi kalau gusti Allah yang memutuskan proyek kamu itu berhasil atau gagal total dan suuuannngat wajar lagi kalau manusia menerima apa keputusan gusti Allah” jelas kang Fadeli.
Saya dan dan pak Acip yang kebetulan ada diwarung tersebut, ikut menyimak obrolan dua manusia ini, dalam hati saya pun mengamini apa yang diutarakan kang Fadeli.
“ridho Allah itu mudah, yang sulit itu manusia ridho dengan ketentuan gusti Allah, silahkan manusia membuat jutaan planning, ribuan rencana, tapi ingat, berhasil atau gagalnya itu hak prerogatifnya Allah, orang tua kita dulu sudah sering mengingatkan dengan pepatahnya, manusia berusaha, Allah yang menentukan.” Jelas kang Fadeli sambil menyeruput kopinya.
“Jadi manusia harus tetap berusaha ya kang?” pak Acip yang dari tadi mendengar percakapan antara kang Fadeli dan kang Marsani ikut bertanya
“iya, manusia harus tetap berusaha, kalau manusia tidak berusaha bagaimana kita tahu ketentuan gusti Allah terhadap rencana kita, hanya saja dari awal sudah disiapkan mental tawakal supaya kalau rencana kita itu tidak sesuai dengan yang kita harapkan tidak sakit disini.” Jawab kang Fadeli sambil menunjuk dadanya sendiri.
“jadi tawakal dulu baru berusaha, bukan berusaha dulu baru tawakal?” saya pun gatel ingin bertanya, karena saya setahu saya berusaha kemudian tawakal.
“kalau berusaha dulu, nantinya khawatir mendahuli gusti Allah.” Kang Fadeli menanggapi pertanyaan saya. “nanti kasusnya seperti proyeknya Marsani, di atas kertas semuanya sudah mendekati kepastian terealisasinya proyek tersebut, tapi ingat, dalam hukum probabilitas tidak ada yang seratus persen, sisa dari perosentase itulah hak prerogatifnya gusti Allah. Lah wong makanan sudah di depan mulut saja bisa jatuh kan?” Tanya kang Fadeli
Saya, pak Acip dan kang Marsani yang khusu mendengarkan petuah kang Fadeli menganggukkan kepala.
“nah kalau mendahulukan tawakal, walaupun sudah mendekati kepastian terlaksananya rencana kita, selama rencana tersebut belum finish kita belum bisa memastikan gusti Allah setuju dengan rencana kita. Artinya, kita tidak bisa menjudge dengan kata pasti, yang pasti hanyalah ketentuan gusti Allah itu sendiri.” Papar kang Fadeli
“kanjeng nabi pernah berwasiat begini: Mintalah pertolongan pada Allah dan janganlah lemah, jika kamu tertimpa sesuatu janganlah kamu mengatakan bahwa sendainya saya melakukan seperti ini niscaya tidak akan terjadi seperti ini, karena mengandai-andai itu akan membuka pintu syetan. Akan tetapi katakanlah bahwa Allah telah menakdirkan seperti ini dan Allah berhak untuk melakukan apa saja yang Dia inginkan.” Kang Fadeli melanjutkan penjelasannya.
“nah saya kira sudah clear, jadi urutannya, tawakal, berusaha, dan endingnya itulah keputusan gusti Allah, kita sebagai manusia harus tunduk secara total dengan keputusan gusti Allah tersebut, jelas ya?” Tanya kang Fadeli kepada saya, pak Acip dan khususnya kang Marsani.
“Clear… kang!” jawab kang Marsani
“kopi sama pisang gorengnya dua pak, nanti Marsani yang bayar.” Kata kang Fadeli kepada pak Acip, kemudian keluar meninggalkan warung kopi pak Acip, tanpa menunggu kesepakatan terlebih dahulu dari kang Marsani soal bayar membayar kopi dan pisang goreng.
Narasumber: Ubaidillah