KOTA TANGERANG SELATAN, Pelitabanten.com – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Situmeang bersama Organisasi Penimbang Hukum (OPH) menyebutkan kantor Agraria Tata Ruang – Badan Pertanahan Nasional ATR/BPN Kota Tangerang Selatan (Tangsel) sebagai zona merah.
Pengungkapan itu dilontarkan Direktur Eksekutif LBH Situmeang, Anri Saputra Situmeang dalam diskusi publik yang bertajuk Resolusi ATR/BPN Kota Tangerang Selatan 2018 di sebuah kedai di Anggrek Loka, Senin siang 15 Januari 2018.
Direktur Eksekutif LBH Situmeang, Anri Saputra Situmeang SH mengungkapkan belum ini di BPN Tangsel terjadi malpraktek. Banyak masyarakat mengeluhkan pelayanan BPN Tangsel terutama dalam pembuatan sertifikat tanah.
Diungkapkan Anri Saputra Situmeang, ketika masyarakat mendaftar pembuatan sertifikat, BPN jangan menggantung pelayanan atau pendaftaran tersebut.
“BPN Tangsel mengapa menggantung pelayanan terhadap masyarakat dalam pembayaran sertifikat. Apakah sanksi pejabat BPN tidak profesional dan akuntabel dalam memberikan pelayanan maayarakat?” ungkap Anri dengan nama bertanya.
Dijelaskannya, UU no 25 tahun 2009 menjelaskan mengenai pelayanan publik. Pihak lembaga ini banyak mengabaikan undang undang tersebut.
Direktur Eksekutif LBH Situmeang itu mengungkapkan, pungli di BPN marak namun tanpa ada tindakan. Ia mendesak kepalan kantor BPN tidak boleh tutup mata terhadap buruknya pelayanan publik ini.
“Akibat dari buruknya pelayanan ini terjadi tumpang tindih kepemilikan tanah masyarakat dengan perusahaan besar. Penyerobotan tanah rakyat oleh pengembang besar terjadi akibat ada konspirasi oleh pegawai BPN,” tegas Anri.
Ia juga mengaku prihatin terhadap aplikasi online yang diterapkan dari pusat, di BPN Tangsel tidak berjalan maksimal.
Dijelaskan Anri Saputra Situmeang, BPN kota Tangsel sejak tahun 2016 tidak memiliki kepala kantor definitif, yang ada hanya pelaksana tugas atau Plt.
Kepala Divisi Perdata LBH Situmeang, M Bani Irwan Shaldan SH mengungkapkan pihaknya melakukan wawancara dengan masyarakat mengenai buruknya pelayanan BPN Tangsel ini.
“Di sana ada maladministrasi, pungli. Pelayanan informasi di lembaga itu tidak berfungsi maksimal. Dalam pelayanan publik, semua pelayanan itu harus diselesaikan di depan loket. Di BPN Tangsel masih banyak permasalahan itu diselesaikan di belakang,” beber Bani Irwan. Dalam pengamatannya, ada kolusi dan nepotisme dalam pelayanan publik ini.
“Saya saya telaah dan pelajari, jika ditangani oleh orang yang tepat dan kompeten tidak akan terjadi KKN.
SOP sudah diatur. Kenapa bisa terjadi pendaftaran sejak 2015 sampai tahun 2018 belum selesai?” lugas Bani Irwan.
Menurut Irwan, hendaknya dibuat aplikasi agar masyarakat bisa menelusuri proses itu dengan transparan.
Dijelaskannya pula, sertifikasi nasional PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) merupakan terobosan bagus dari pemerintah secara cuma-cuma alias gratis. Ternyata dalam proses PTSL itu masih ada pungutan yang dilakukan pihak di tingkat bawah yakni oknum kelurahan.
“Tingkat kepatuhan dari pejabat masih sangat kurang, suap dan pungli masih terjadi di sana,” papar Bani Irwan.
Dikatakannya, hendaknya masyarakat berani melaporkan soal keburukan pelayanan ini agar tidak terjadi terus menerus pungli di lembaga pemerintah itu. Pejabat BPN harus memberikan pelayanan yang pro kepada rakyat.
Sementara itu panitia pelaksana diskusi publik LBH Situmeang dan OPH, Dedi Setiadi SH menjelaskan mengangkat Resolusi BPN Tangerang Selatan 2018 karena pihaknya banyak menerima laporan dari masyarakat mengenai pelayanan BPN Tangsel.
“LBH Situmeang dan OPH ikut menyoroti dalam pelayanan publik BPN Tangsel karena masih jauh dari harapan masyarakat. Tujuan diskusi ini mendorong BPN Tangsel agar memberi pelayanan sesuai SOP, menciptakan pelayanan yang prima,” terang Dedi.
Diskusi publik LBH Situmeang dan OPH ini dipandu moderator Sutan Fuad Hasan Nasution SH dan dihadiri pengurus dua lembaga itu, Sutejo Simatupang SH dan Daniel Lumban Toruan.***
• Ateng Sanusih