Beranda Budaya

Obituary: Gerson Poyk Tutup Usia, “Energi Spiritual yang Lahir dari Gejolak Batin dan Alam Bawah Sadar”

Obituary: Gerson Poyk Tutup Usia, “Energi Spiritual yang Lahir dari Gejolak Batin dan Alam Bawah Sadar”
Gerson Poyk, sastrawan berkelas dunia menjalani hidup sederhana di usia senja

DEPOK, Pelitabanten.com – Dunia Sastra Indonesia kehilangan sosok sastrawan berkelas dunia. Sejak empat tahun terakhir tubuh tuanya digerogoti penyakit jantung. Gerson Poyk meninggal dunia dalam usia 85 tahun, pada Jumat siang sekira jam 11.00 WIB setelah sepuluh hari terbaring lemah di ruang ICU Rumah Sakit Hermina, Depok, Jawa Barat. Jumat, (24/2/2017). “Bapakku sudah meninggal,” demikian pesan pendek di akun media sosial milik putri Gerson, Fanny Poyk yang setia menunggu di hari-hari terakhir hidupnya. “Inilah nasib papa, kami sudah kelelahan menangis dan tak ada lagi air mata yang tumpah menyaksikan kondisinya,” ucap Fanny Poyk.

Gerson Poyk mempunyai nama lengkap Herson Gubertus Gerson Poyk dan nama panggilan Be’a. Ia adalah seorang pengarang yang dilahirkan di Namodale Baa, Pulau Rote, Timor, Nusa Tenggara Timur pada 16 Juni 1931. Sebagai anak seorang pegawai negeri, ia selalu mengikuti orang tuanya yang berpindah-pindah dari satu daerah ke daerah lain. Oleh karenanya pendidikan Gerson terputus-putus. Setelah berpindah-pindah sekolah, akhirnya ia berhasil menyelesaikan pendidikan di Sekolah Guru Atas (SGA) tahun 1956.

Kariernya sebagai guru hanya dijalani selama 3 tahun, Gerson menikahi seorang gadis asal Rote bernama Agustine Antoineta Saba pada 1960 dan dikaruniai lima orang anak. Sejak 1962, Gerson menjalani profesinya sebagai wartawan di harian Sinar Harapan. Sepulang mengikuti International Writing Program di Iowa University, Amerika Serikat pada 1970 Gerson memilih menjadi wartawan free lance. Ia menyebarkan tulisannya ke berbagai media. Di bidang jurnalistik, Gerson mencatat prestasi yang sangat baik. Ia berhasil mendapat penghargaan jurnalistik Adinegoro selama dua tahun berturut-turut, yaitu tahun 1985 dan 1986. Setelah berkiprah di bidang jurnalistik, Gerson menekuni profesinya sebagai pengarang yang sangat produktif.

Sebagai penulis, ratusan novel, cerpen, puisi, dan karya tulis lain lahir dari tangan dinginnya. Tak sedikit karya Gerson telah dipublikasikan, seperti Hari-hari Pertama (1968), Sang Guru (1971), Matias Akankari (1975), Oleng Kamoleng dan Surat-surat Cinta Rajagukguk (1975), Nostalgia Nusa Tenggara (1976), Jerat (1978), Cumbuan Sabana (1979), Requim untuk Seorang Perempuan (1981), Giring-Giring (1982), Di Bawah Matahari Bali (1982), Mutiara di Tengah Sawah (1984), Impian Nyoman Sulastri (1988), Hanibal (1988) dan Poli Woli (1988).

Jerih payah kepengarangan Gerson Poyk membuahkan banyak prestasi. Ia berhasil meraih beberapa penghargaan sastra dari dalam dan luar negeri, seperti; Hadiah Sastra Asia Tenggara “Sea Write Award”, Lifetime Achivement Award dari Harian Kompas, dan Penghargaan Sastra Asean dari Ratu Sirikit, Thailand tahun 1989. Selain itu Gerson juga kerap diundang dan mengikuti berbagai acara pertemuan seperti International Creative Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat dan pertemuan sastrawan Asia-Afrika di New Delhi, India. Beberapa karyanya juga telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, termasuk Inggris, Jerman, Rusia, Belanda, Jepang, dan Turki.

Di usia senja, Gerson masih tetap menulis. Ia sempat menerbitkan Meredam DendamTarian Ombak, dan Sang Sutradara dan Wartawati Burung. Dalam suatu kesempatan ketika Gerson menerima penghargaan Anugerah Kebudayaan tahun 2011 dari Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, almarhum sempat mengungkapkan proses kreatifnya, “Karya-karya yang telah saya tulis banyak terinspirasi dengan latar belakang kehidupan saya pada masa lalu, batin dan alam bawah sadar saya selalu bergejolak. Energi inilah yang selalu membuat saya bergerak untuk mulai menuliskan puisi dan puisi telah menjadi energi spiritual bagi saya”.

Nama besar Gerson Poyk yang telah membawa harum tanah kelahirannya, oleh masyarakat dan komunitas sastra, tanggal lahir Gerson Poyk pada setiap 16 Juni ditetapkan sebagai Hari Sastra Nusa Tenggara Timur. “Jalan Pulang” ke kampung halaman telah disiapkan oleh seorang dermawan pengagumnya. Jenazah Gerson Poyk akan dibawa ke Kupang dan akan dimakamkan di tanah kelahirannya agar masyarakat sastra NTT bisa mengenang sang pujangga.

Sejak dirawat dengan biaya tanggungan BPJS, pihak keluarga sempat pasrah. Mengingat batas plafonnya yang hampir habis. “Biaya BPJS sewaktu-waktu bisa habis sesuai plafonnya. Kami tampaknya harus pasrah dengan biaya perawatan papa. Ini mungkin sudah jalannya”, ungkap lirih sang putri. Indonesia kehilangan salah satu sastrawan besarnya, meninggal dalam kehampaan dan suasana duka teramat kelam.