Pelitabanten.com – Selasa 26 Juni, ada 4 laga lanjutan Piala Dunia 2018 Rusia. Dua adalah laga pamungkas Grup C yang mempertemukan Prancis vs Denmark dan Australia vs Peru. Dua lainnya di Grup D, adalah laga Eslandia kontra Kroasia, dan Nigeria menantang Argentina. Yang ditulis paling akhir inilah yang akan paling menyedot perhatian penggemar sepakbola, tidak saja di Nigeria dan Argentina, tapi di seluruh belahan dunia. Siapa lagi kalau bukan Lionel Messi sebagai eye catchernya.
Laga melawan Nigeria, secara harafiah maupun kiasan, adalah laga final buat kapten Argentina tersebut. Messi, pemain dengan bakat ajaib yang bahkan kerap disebut “alien” di lapangan hijau, lebih sering melempem saat membela Argentina. Gawatnya, Messi sering mejan alias umesnya justru di laga-laga krusial. Final PD 2014 Brasil kontra Jerman, dan terlebih Final Copa America 2016 kontra Chile adalah dua laga krusial dengan kenangan buruk bagi Messi.
Tak perlu jasa seorang psikolog untuk mengetahui bahwa beban mental yang ditanggung Messi adalah penyebab utama gagal bersinarnya Messi di timnas. Semua penggemar sepakbola, haters apalagi Messi’s lovers, tahu bahwa di pundak Messi target Juara Dunia dibebankan oleh seluruh rakyat Argentina. Messi yang selalu diidentikkan sebagai titisan—bahkan skillnya dianggap melebihi—sang legenda Diego Maradona, seolah wajib setor tropi Piala Dunia barang satu mah ke negaranya. Ketika gagal dalam eksekusi adu penalti kontra Chile di Final Final Copa America 2016, dan lalu dirisak disana-sini, Messi pun menyatakan pensiun dari timnas. Butuh bujukan warga senegara Argentina bagi Messi untuk kembali berseragam albiceleste.
Dalam dua laga yang telah dilakoni Argentina di Grup D PD 2018 Rusia, Messi jelas belum pulih dari “sindrom wajib setor tropi PD”. Sindrom itu bahkan terkesan telah menulari seluruh punggawa tim Argentina yang sebetulnya world class di hampir semua lini. Tak heran, diwarnai kembali gagalnya Messi mengeksekusi penalti, Argentina ditahan seri tim debutan Eslandia. Di laga kedua bahkan berakhir bak prahara karena Argentina dibantai Kroasia 0-3!
Ketika semua penggemar (dan terlebih pembencinya) meyakini kiprah Messi dan Argentina sudah habis di PD 2018 Rusia, Nigeria tiba-tiba saja menghentak dunia dengan memberi secercah harapan. Kemenangan 2-0 atas Eslandia membuat Nigeria kini harus bertarung mati-matian kontra Argentina untuk mendampingi Kroasia lolos dari Grup D. Di laga itu, Argentina wajib menang. Sementara Nigeria masih mentolerir hasil seri. Baik Argentina dan Nigeria, sama berharap bahwa hasil positif mereka dibarengi hasil positif di laga lainnya yakni Kroasia mampu menahan seri atau bahkan mengalahkan Eslandia.
Itulah mengapa laga melawan Nigeria ini menurut saya adalah laga final buat Messi. Jika seri, apalagi kalah, dan tersingkir, saya kira sejak saat itu pula rakyat Argentina dan seluruh penggemar sepakbola harus melupakan kiprah Messi di timnas Argentina. Jika Messi (dan Argentina) masih juga tak mampu memanfaatkan momentum keajaiban yang disuguhkan Nigeria sebagai sebuah pertolongan, rasanya malu jika Messi dkk tak menyatakan pensiun dari timnas!
Bagaimana jika Argentina menang tetapi tetap tersingkir karena Eslandia juga menang dari Kroasia? Itu konteksnya tentu berbeda. Yang kerap bikin gregetan dari Messi adalah minimnya daya juang, kesan mudah menyerah, dan lemahnya kepemimpinan, terutama saat Argentina tertekan. Messi harus mampu meniru para skipper lainnya di PD 2018 ini. Saat dalam kondisi tertinggal atau buntu sekali pun, lihat saja gestur para kapten tim seperti Jerman, Spanyol, Jepang, bahkan Panama, dan tentu saja—ehm-ehm—Portugal. Mereka terus menyemangati rekan setimnya hingga peluit akhir betul-betul ditiupkan. Gestur kepemimpinan itu mereka tunjukan sepanjang laga. Mulai dari lorong masuk stadion, saat memasuki lapangan, di tengah pertandingan, saat bareng protes ke VAR, eh, wasit, sebelum break, dan seterusnya hingga ketika kekalahan diderita sekalipun. Messi? Liat gesturnya ketika disorot kamera berbarengan lagu kebangsaan Argentina diperdengarkan jelang lawan Kroasia. Boro-boro ikut lantang bernyanyi, ia malah tertunduk sambil menepis-nepis ujung rambut di dahinya. Gugup dan galau sekali. Juga momen gol ketiga Kroasia yang dicetak Rakitic. Messi yang sebelumnya mengejar Rakitic, memilih berhenti mengejar lalu bengong di ujung kotak penalti, menonton kiper Caballero dikeroyok Rakitic dan dua kompatriotnya.
Jika Messi mampu menang dari Nigeria, apalagi dengan patriotik dan gagah perkasa, orang-orang akan memaafkannya dan mungkin kembali menyanjungnya. Pun jika Eslandia ternyata mampu menang dengan skor besar atas Kroasia yang otomatis membuat Argentina tersingkir, saya kira karir Messi di timnas belum akan habis. Jika “sindrom wajib setor tropi PD” bisa dikikis di “laga final” kontra Nigeria, ia masih dimungkinkan menjalankan laga-laga final lainnya bersama Argentina di masa mendatang.
Bagaimana dengan prediksi saya? Dalam prediksi dan catatan sebelumnya (22/6), saya berharap Nigeria menang 2-0 atas Eslandia dan itu terjadi. Di catatan sama, saya juga memprediksi bahwa yang akan menemani Kroasia dari Grup D jika bukan Argentina adalah Nigeria. Hingga sekarang prediksi itu masih bergeming; bagi saya peluang Argentina untuk lolos masih lebih besar dari Nigeria! Dan besok akan sama-sama kita lihat faktanya. Dijamin ngeri-ngeri seru nontonnya. *
Oleh: Maulana Wahid Fauzi (pengamat sepak bola)