Beranda Opini

Bayang-Bayang Lost Learning dibalik PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh)

Bayang-Bayang Lost Learning dibalik PJJ
Ilustrasi (Gerd Altmann/Pixabay)

Pelitabanten.com – belum usai, hingga saat ini jumlah kasus positif masih terus bertambah. Memerangi virus ini bukanlah hal yang mudah, meski vaksinasi  mulai dilaksanakan, tetapi belum berdampak secara luas terhadap penurunan angka kasus positif. Vaksinasi yang diberikan masih bertahap dan diprioritaskan pada kalangan petugas medis terlebih dahulu karena mereka adalah garda terdepan dalam penanganan kasus covid-19.  masih harus menerapkan secara ketat demi mengurangi laju penyebaran virus meskipun beberapa kelompok masyarakat sudah mulai cuek, terbukti  beberapa daerah telah berani menggelar pesta perkawinan dengan mengundang tamu lebih dari 500 orang. Pemerintahpun masih memberlakukan sejumlah pembatasan pada beberapa sektor, salah satunya di sektor  pendidikan.

Sejauh ini kasus Covid-19 di Indonesia memang mengalami anomali dengan jumlah kasus dan kematian terus meningkat. Selama ini kita memang belum bisa memastikan, apakah kematian ini disebabkan oleh covid atau penyakit penyertaanya seperti jantung, gula,paru dst. Bisa jadi porsi covid hanya menempati porsi kecil sedangkan kontribusi terbesarnya pada penyakit bawaanya ? sehingga jika angka statistik covid yang jadi maka kenaikan tidak bisa dihindarkan dan berimplikasi pada pengambilan kebijakan Pemerintah termasuk PSPB dll. Kejadian kematian di rumah sakit yang ada,  misal gejala sesak nafas nampaknya dikaitkan dengan covid sehingga penanganan dan pemakaman bila meninggal juga menggunakan protokol covid. Ini  lagi lagi misteri angka statistik dan konsepnya. Ditambah peran media social akan meningkatkan beban masyarakat karena orang terpapar covid menjadi terisolasi dan secara mental akan drop pada titik nadir bila tidak memiliki iman dan imun yang kokoh. Andaikan belum ada medsos seperti sekarang mungkin masyarakat dan Pemerintah tidak terlalu panik menangani penyakit baru ini. Luar biasa pengaruh medsos bagi penderita covid secara mental karena mersa dikucilkan di masyarakat.

Mendikbud yang sejatinya merencanakan pembelajaran secara tatap muka akan kembali dilakukan di awal semester genap, terpaksa menunda rencana tersebut. Meskipun sejumlah sekolah sudah mempersiapkan sedemikian rupa agar dapat melakukan pembelajaran tatap muka, tetapi angka kasus positif yang kian bertambah naik, memunculkan kekhawatiran tersendiri. Hingga pada akhirnya kemendikbud kembali mengambil kebijakan bahwa kegiatan pembelajaran tetap dilanjutkan dengan belajar dari rumah (BDR). Hal ini dilakukan untuk melindungi peserta didik dan seluruh komponen sekolah dari paparan virus covid-19.

Baca Juga:  Dampak Pandemi Covid-19, Gerai Pojok UMKM di Ciledug Tutup Beralih Online

Selama kegiatan belajar dari rumah (BDR) yang dilaksanakan dengan moda daring dalam bentuk pembelajaran jarak jauh (PJJ), permasalahan yang muncul dan sampai saat inipun masih menjadi kendala. Keterbatasan jangkauan akses internet masih terjadi di sejumlah daerah, terutama di daerah pelosok. Sementara itu,  permasalahan kuota internet sudah dibantu diatasi oleh pemerintah dengan memberikan kuota belajar, baik itu untuk peserta didik maupun untuk guru. Namun pada kenyataannya, kuota belajar itu belum dapat dipergunakan secara maksimal, karena hanya dapat digunakan untuk akses ke beberapa platform saja. Sehingga tetap saja masih ada peserta didik yang tidak bisa mengikuti kegiatan pembelajaran karena tidak mempunyai kuota internet.

Hal lain yang menjadi salah satu permasalahan utama dalam pelaksanaan PJJ adalah kepemilikan smartphone. Hingga saat ini, masih banyak peserta didik terutama dari kalangan ekonomi menengah ke bawah yang tidak bisa mengikuti PJJ karena tidak mempunyai smartphone. Di masa , tidak sedikit orang tua peserta didik yang terdampak pandemi, sehingga jangankan untuk membeli smartphone untuk keperluan anaknya melaksanakan PJJ, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari pun masih mengalami kesulitan. Hal ini tentunya membuat peserta didik pada akhirnya terhambat untuk melakukan kegiatan pembelajaran.

Selain itu, kesiapan para guru dalam menghadapi pembelajaran serba digital juga menjadi permasalahan tersendiri. Banyak guru yang belum terbiasa mempergunakan teknologi digital, sehingga kegiatan pembelajaran yang berlangsung pun menjadi kurang maksimal. Penguasaan teknologi oleh guru akan berpengaruh terhadap keaktifan dan peserta didik dalam mengikuti PJJ.  Guru yang memiliki keterbatasan dalam pemanfaatan teknologi  tidak dapat menyampaikan materinya secara optimal dan menarik sehingga peserta didik cenderung menjadi  malas mengikuti PJJ. Masa PJJ yang sudah berlangsung hampir satu tahun, secara tidak langsung membuat peserta didik jenuh dan pada akhirnya malas belajar. Bisa jadi peserta didik meninggalkan ruang belajar selama pembelajaran daring jika tidak monitoring dari guru. Sering kita alami, murid tidak menghidupkan video sehingga sulit untuk mengetahui secara pasti apakah mereka masih dalam ruang interaksi atau tidak.

Baca Juga:  Angpao Imlek, Triliunan Rupiah yang Berpindah Tangan dalam Satu Hari

Hambatan lain lebih esensial yang muncul dalam pelaksanaan PJJ, dalam jangka panjang yaitu terjadinya lost learning. Lost learning ini adalah suatu kondisi peserta didik yang kehilangan kemampuan dan pengalaman belajarnya. Pembelajaran hakikatnya memerlukan interaksi dua arah antara guru dan peserta didik, sehingga dapat memupuk pengalaman belajar yang bermakna. Selain itu, peserta didik juga memerlukan interaksi antara teman sebaya agar tidak hanya kemampuan akademiknya saja yang terasah, tetapi juga kompetensi sosialnya dapat berkembang. Hal ini tidak dapat dicapai selama PJJ, dimana peserta didik dan guru umumnya berinteraksi hanya lewat media sosial berupa tulisan. Peserta didik juga lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah, tentunya interaksi dengan teman sebaya pun terbatas.

Pada masa PJJ, waktu peserta didik berinteraksi aktif dengan guru jauh lebih sedikit dibandingkan pada saat pembelajaran tatap muka. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada kemampuan peserta didik dalam  memahami materI pelajaran. Selain itu, dalam memperdalam materi pelajaran selama PJJ, peserta didik dari keluarga miskin banyak yang mengalami kesulitan untuk mengakses materi-materi pelajaran secara mandiri di rumah dibandingkan dengan dari kelompok ekonomi yang tergolong mampu. Hal ini juga mengakibatkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran menjadi tidak maksimal.

Selama masa pandemi, siswa melakukan aktifitas belajar dari rumah, permasalahan kesulitan belajar banyak ditemui. Pemberian materi secara daring oleh guru tidak selamanya dapat mudah dimengerti oleh peserta didik.  Pada peserta didik yang berasal dari kelompok ekonomi menengah ke bawah sulit mendapatkan penjelasan-penjelasan dari orang tua, karena orang tua fokus pada upaya pemenuhan kebutuhan ekonomi yang serba sulit selama masa pandemi. Bahkan tidak jarang banyak siswa dari kalangan kategori keluarga miskin harus ikut bekerja memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga tidak jarang banyak yang mengabaikan kegiatan belajar.

Baca Juga:  Papua Bagian NKRI Harus Dirawat Sejak Dini Oleh Pemerintah

Peserta didik di masa pandemi umumnya hanya belajar selama rata-rata 3-6 jam atau hanya 50 persen dibandingkan waktu belajar  saat pembelajaran tatap muka di sekolah. Hal ini mengakibatkan peningkatan waktu mereka mengakses televisi, dan sosial media jauh lebih banyak dibandingkan untuk belajar. Secara tidak langsung, di samping akan menyebabkan turunya minat belajar dan rendahnya penguasaan terhadap materi pelajaran, hal ini juga akan berpengaruh terhadap perkembangan mental peserta didik. Mereka akan cenderung apatis, dan kepekaan sosialnya akan menurun.

Permasalahan-permasalahan tersebut akan berdampak panjang apabila tidak dapat disikapi dengan baik dari sekarang. Ketidakmampuan peserta didik dalam mencapai kompetensi akan berakibat pada penurunan kualitas generasi penerus bangsa. Secara akademik mengalami penurunan dalam penguasaan kompetensi yang kelak dibutuhkan dalam persaingan di dunia kerja. Secara sosial juga dapat berakibat terbentuknya generasi yang apatis, tidak peka terhadap lingkungan sekitar dan cenderung individualis dan egois. Selama kegiatan belajar di sekolah belum dapat kembali berjalan normal, tugas berat bagi negeri ini untuk dapat melakukan sistem PJJ yang lebih baik agar dapat meminimalkan lost learning yang tidak dapat dihindari akan berdampak negatif pada kelangsungan bangsa di masa yang akan datang. Oleh karena problem pembelajaran jarak jauh harus diminimalisir dengan menyiapkan perangkat lunak , perangkat keras dan sumberdaya manusia secara memadai . Kebijakan sekolah untuk melakukan monitoring dengan system dan sistemik adalah bagian yang penting . Integrasi unsur penunjang yang dipersiapkan secara komprehensif akan menghilangkan bayang bayang lost learning yang dikhawatirkan.

Penulis:

  • Yulia Enshanty, S.Pd (Guru Geografi SMAN 1 Warungkiara, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)
  • Dra. Hj. Umrotun, MSi (Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta)