TANGERANG, Pelitabanten.com – Dalam Satu minggu ini Jajaran Sat Res Narkoba Polresta Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) ungkap peredaran obat-obatan terlarang jenis PCC dan Ketamine. Polisi mengamankan 950 butir PCC dan 6 gram Ketamine dan 2 orang pengedar yang berinisial HRD (42) dan AN (60). PCC yang diamankan tersebut berlogo Poundsterling.
Kasat Res Narkoba Polresta Bandara Soetta, Komisaris Polisi Martua Raja TL Silitonga menjelaskan, pengungkapan peredaran jenis obat-obatan terlarang ini pada Rabu (9/8) lalu di wilayah Jakarta Pusat.
“Dari 2 tersangka kita amankan 19 bungkus yang masing-masing bungkus berisi 50 butir pil PCC,” kata Martua kepada wartawan di Mapolres Bandara Soetta, Jumat (22/9).
Menurut Martua, pengungkapan obat-obatan terlarang tersebut berawal dari informasi yang didapatkan dari pengguna jasa di bandara.
“Setelah mendapatkan informasi dari masyarakat, kita melakukan pengembangan dan berhasil mengamankan tersangka berikut barang bukti di sebuah rumah milik pelaku di bilangan Tanah Abang, Jakarta Pusat,” ungkapnya.
Tersangka mengaku mendapatkan barang terlarang tersebut dari 2 orang yang saat ini masih menjadi buronan (DPO) polisi. “Bandarnya sudah kita kantongi nama-namanya, dan yang bersangkutan dalam proses pengejaran kita,” kata Martua.
Masih pengakuan pelaku, ini merupakan kali ketiga mereka melakukan transaksi dan dari setiap transaksi mereka diberi upah masing-masing Rp. 3 juta. “Rencananya, obat-obat ini akan diedarkan di tempat-tempat hiburan yang ada di Jakarta dan sebagian Ke Tangerang,” ujar Martua.
Untuk diketahui, PCC adalah obat keras berupa pil yang mengandung bahan aktif Paracetamol, Caffein, dan Karisoprodol yang diedarkan secara ilegal.
“Ini bukan merupakan narkotika atau psikotropika. Namun ini merupakan obat-obatan yang dinyatakan pemerintah sebagai terlarang,” kata Martua lagi.
Obat terlarang ini sambung Martua, merupakan mencampur 3 jenis obat melalui proses retabletasi atau dengan menghancurkan tablet dan kembali membentuk tablet dengan mencampur zat yang terlarang.
Atas perbuatannya, tersangka dapat dijerat pasal 197 subsider pasal 196 undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukum maksimal 10 tahun dan denda maksimal atau paling banyak adalah Rp. 1 Milyar.