JAKARTA, Pelitabanten.com – Kelompok anti tembakau kian gencar mengkampanyekan gerakan anti tembakau yang tidak mendasar. Kampanye tersebut patut dicurigai atas pesanan asing, terutama industri farmasi global. Misal tanggal 15-16 Mei 2017, Tobacco Control Support Center (TCSC) dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menggelar 4th Indonesian Conference on Tobacco or Healthmeup “Tobacco: A Threat to Development” di Balai Kartini, Jakarta. Salah satu sesi yang akan dibahas dalam konferensi tersebut adalah diversifikasi tembakau.
Menanggapi hal itu, ketua DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Parmuji menilai, masuknya diversifikasi tanaman tembakau dalam konferensi tersebut merupakan upaya penggiat anti tembakau untuk menghilangkan tembakau di Indonesia.
Menurut Agus, Pasal 17 dan Pasal 26 Ayat (3) di dalam Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dengan jelas mengatur diversifikasi tanaman tembakau ke tanaman lain.
“Hal ini jelas bahwa agenda diversifikasi tembakau yang ada dalam FCTC sengaja mematikan kehidupan petani tembakau,” tegas Agus di Temanggung, Senin (15/05).
Agus menegaskan, tanaman tembakau masih dibutuhkan oleh sekitar 3 juta petani tembakau dan buruh tembakau untuk memenuhi hajat hidup ekonominya.
Ditambahkan Agus, kalau mereka ingin mengendalikan tanaman tembakau, seharusnya yang dikendalikan bukan soal diversifikasi di negeri sendiri, akan tetapi yang sangat perlu dikendalikan saat ini adalah impor bahan baku tembakau dan rokok importnya.
“Tembakau bagi jutaan orang sudah menjadi urat nadi hidupnya. Karena itu, jika mereka ingin matikan tembakau, tak ubahnya mereka membunuh jutaan manusia,” ujar dia.
Agus mengungkapkan kalau petani tembakau pernah audiensi dengan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dr. HM Subuh) di Kemenkes satu tahun yang lalu. Dengan tegas pak Subuh sepakat kalau import tembakau dibatasi secara maksimal.
Agus meminta agar petani tembakau jangan terlalu dikuyo-kuyo (dikejar-kejar) untuk dibinasakan dengan dalih apapun termasuk rencana perluasan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), dll termasuk rencana halus untuk menggerus keberlangsungan pertanian tembakau.
“Jangan sampai kami menanam tembakau, tetapi tidak bisa menjualnya. Berilah petani tembakau ruang kehidupan ekonomi di negeri sendiri. Dan, seharusnya mereka tidak serta merta menuduh tembakau sebagai hal negatif,” pungkas Agus.