Beranda Budaya

Usai Pelaksanaan Ritual Kawalu, Warga Baduy Rayakan Tradisi “Ngalaksa”

Usai Pelaksanaan Ritual Kawalu, Warga Baduy Rayakan Tradisi “Ngalaksa”
Perayaan Ngalaksa oleh warga Baduy dilaksanakan setelah ritual Kawalu selama tiga bulan (Foto: Kegiatan perempuan Baduy Luar)

LEBAK, Pelitabanten.com – Setelah tiga bulan warga Baduy selesai menjalani ritual Kawalu, tibalah saatnya menggelar perayaan tradisi “ngalaksa” yang dipusatkan di kediaman rumah Dangka (red. pemuka adat) di Kampung Kadu Ketug Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak – Banten
Perayaan tradisi “ngalaksa” dilaksanakan warga Baduy selama sepekan ke depan dengan cara bergantian. “Kami melaksanakan perayaan tradisi “ngalaksa” sudah turun temurun dari leluhur nenek moyang,” kata Jali, warga Baduy. Selasa (18/4/2017)

Upacara ngalaksa  adalah upacara lanjutan pasca ritual Kawalu atau ngawalu selesai. Bentuk ritual kegiatan upacara ini biasanya diisi dengan kegiatan atau upacara membuat laksa, yakni sejenis makanan adat semacam mie tetapi lebih lebar, atau seperti kuetiaw yang terbuat dari tepung beras.

Keterlibatan seluruh warga Baduy dalam upacara ini sangatlah penting dari acara adat ini adalah dijadikan sebagai tempat perhitungan jumlah jiwa penduduk Baduy atau dalam dunia modern disebut dengan sensus penduduk, termasuk di dalamnya juga dilakukan penghitungan atas jumlah bayi yang baru lahir maupun janin yang masih dalam kandungan.

Menurut Jali, perayaan tradisi adat “ngalaksa” itu nantinya warga luar kampung yang memberikan beras akan menerima bingkisan yang terbuat dari tepung beras hingga menjadi makanan ngalaksa dari keluarga Dangka.

Dikatakan bahwa Jaro Dangka bertugas menangani urusan keagamaan, tradisi dan merangkap sebagai pelaksana harian dalam pengawasan masuknya pengaruh budaya dari luar.
“Kami merasa senang dan bahagia bersama keluarga setelah merayakan “ngalaksa”, katanya.

Saat ini, perayaan tradisi “ngalaksa” di rumah Dangka Kampung Kadu Ketug dan mereka didatangi warga Baduy yang tinggal di kampung Cipiit, Cibungur, Cipaler, Cikadu dan Gajeboh. Warga Baduy dari luar kampung tersebut memberikan sedekah beras kepada Dangka sebagai pemuka adat.

Kemungkinan perayaan tradisi “ngalaksa” itu pada ajaran Islam sama dengan mengeluarkan zakat fitrah berupa beras. Masyarakat Baduy melaksanakan perayaan tradisi “ngalaksa” di beberapa kampung dengan bergantian. Bahkan, Rabu (19/4) tradisi “ngalaksa” akan dipusatkan di Kampung Cibengkung di kediaman rumah Dangka.

Namun, pemberian bingkisan itu setelah ditabuh ketongan lesung sebagai tanda berakhirnya perayaan ngalaksa selesai pada pukul 16.00 WIB.

Pemberian makanan itu sebagai simbol untuk saling membantu antar saudara atau tetangga. Sebab, ujar dia, selama memasuki kawalu kawasan Baduy menutup diri dari kunjungan warga luar, sehubungan tengah melaksanakan ibadah kapada Tuhan Yang Maha Kuasa.

“Dalam kawalu itu warga Baduy Luar dan Baduy Dalam melaksanakan ibadah-ibadah lain juga berpuasa,” katanya.
Akan tetapi, kata dia, saat ini kawasan Baduy diperbolehkan kembali untuk dikunjungi menyusul berakhirnya ritual kawalu dengan ditandai hari kemenangan atau ngalaksa.

Santa, warga Baduy mengaku dirinya sejak pagi mendatangi kediaman rumah Dangka di Kampung Kadu Ketug untuk merayakan “ngalaksa”. Ia bersama kelaurga sangat bersyukur bisa merayakan hari ngalaksa dengan melimpahnya hasil panen huma ladang. “Kami berharap hasil bumi tahun ini melimpah dan tidak terserang hama,” ujarnya.

Santa mengatakan, perayaan “ngalaksa” sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas diberikan rejeki dengan kesuburan bercocok tanam berladang huma.
Namun demikian, lanjut dia, setelah merayakan hari raya ngalaksa pihaknya akan melakukan acara Seba dengan mengunjungi kepala pemerintahan yakni Bupati dan Gubernur Banten dengan membawa hasil pertanian.

Masyarakat Baduy sehari sebelum melaksanakan Seba terlebih dahulu berkumpul di kediaman rumah Kepala Desa Kanekes Saija.
“Kami wajib melaksanakan Seba karena bentuk silatuhrahmi dengan aparat pemerintah,” katanya menjelaskan.