Beranda Budaya

MORAL

moral
Ilustrasi. ist

Pelitabanten.com – “Pilih mana, Anak yang PINTAR atau BERMORAL?, kenapa?” Pertanyaannya yang sangat mudah dijawab, tentunya kita ingin anak yang PINTAR dan BERMORAL.

Lantas jika kita hanya diminta memilih salah satunya, mana yang kita pilih? Itulah pilihan yang diutarakan melalui “Micro Survey Harmony” yaitu survey sederhana melalui broadcast messege blackberry kepada 684 contact list.

Dari 684 contact list, dalam waktu 2 jam survey digelar, ada  56 yang ikut serta, dan 100% menjawab MORAL lebih penting daripada PINTAR.

Alasan yang muncul sangat beragam, salah satu responden menyampaikan bahwa modal dasar kesuksesan seseorang ditentukan oleh moralnya, moral yang baik akan menghasilkan output yang baik pula, sedangkan pintar belum tentu. Ada juga yang menekankan bahwa mengajarkan pinter hanya butuh 1-2 tahun dan bisa dilakukan ketika dewasa. Kalau moral butuh waktu lebih lama dan harus dilakukan sejak kecil.

Melalui micro survey yang 100% menyatakan bahwa moral lebih penting ini, mari kita tanyakan kembali kesepakatan kita atas komitmen yang kita pegang untuk mewujudkan generasi bermoral ini.

Sayangnya, komitmen kita seringkali tidak didukung oleh sistem dan lingkungan yang mendorong terwujudnya penegakan moral di negeri ini. Dan kita juga seakan berdiam diri dan menutup mata atas keinginan itu.

Sebut saja sistem pendidikan di sekolah. Setiap sekolah selalu ‘menjual’ kualitas yang direfleksikan dengan kurikulum bertahap international, metode pengajaran berbasis kompetensi, sarana prasarana modern,  tenaga pengajar yang handal tersertifikasi, tingkat akreditasi dan standard yang tinggi. Konyolnya semuanya LUPUT menonjolkan MORALITAS sebagai selling point dari sekolahnya.

IRONInya lagi, kita sebagai orangtua juga terbutakan oleh pilihan untuk anak kita. Berapa orang dari kita yang menentukan MORALITAS sebagai skala prioritas pilihan sekolah untuk anak kita?

Banggakah kita saat anak kita membawa raport hasil sekolah dengan nilai tinggi? Pasti bangga!!! Terlebih saat mereka membawa piagam penghargaan sebagai juara umum. Matematika 9, biologi 9, bahasa inggris 9, bahasa indonesia 8, namun, pernahkah kita bertanya, berapa NILAI MORAL yang diraih anak kita? Atau jangan-jangan kita tidak pernah peduli tentang keberadaan point moral dalam raport anak kita. Lalu pihak sekolah serempak dengan kita, tak mempedulikan apakah nilai moral tertera di sana.

Lalu bagaimana kepedulian pemerintah akan hal ini? TAK PEDULI!!! Buktinya, penentuan akreditasi sekolah, rangking kualitas sekolah, dan pengakuan prestasi sekolah jauh dari pertimbangan MORAL. Bahkan sertifikasi bagi para guru juga lebih pada basis kompetensi, bukan MORAL.

Apa indikator kelulusan anak kita dari sekolah? Lulus ujian nasional bukan? Lantas ada berapa mata pelajaran yang diujikan? Adakah mata ujian MORAL di sana?

Parahnya lagi, demi mencapai kelulusan siswa dalam ujian nasional, banyak sekolah bahkan orang tua yang permisif atau secara sistematis berbuat kecurangan. Apakah sekolah dan anak kita salah satunya?

Masih segar dalam ingatan kita tentang kasus siswi sekolah yang dikucilkan seluruh orang tua dan guru akibat tindakannya melaporkan kecurangan di ujian nasional sekolahnya, semua seakan sepakat para pecontek adalah BENAR dan pelapor kecurangan adalah PENJAHATnya. Bukankah sikap salah kaprah ini hasil dari pendidikan bangsa ini?

Ini seperti yang disindir oleh kahlil gibran, bahwa “jika negeri ini semuanya sudah gila, maka orang waraslah yang menjadi orang gilanya”

sekolah berperan, pemerintah berperan, lalu siapakah yang lebih berperan mewujudkan pendidikan moral? KITA sebagai orang tualah yang paling bertanggung jawab atas pendidikan moral generasi bangsa ini. Kalau kita menyerahkah dan menyalahkan sepenuhnya pada sekolah dan pemerintah, kitalah yang SALAH KAPRAH.

Lalu, apa yang sudah kita lakukan untuk mengkampanyekan pendidikan moral untuk anak dan orang sekitar kita? Apa tindakan kita saat mengetahui anak kita menyontek saat ujian? Apakah kita sudah kita selipkan pesan moral dalam keseharian mereka? Sudahkah kita mencontohkan perilaku bermoral dalam keseharian kita? Sudahkah kita memantau perilaku moral mereka? Atau apakah harta yang kita raih juga hasil dari prinsip moral? Dan sudahkah kita ucapkan pada mereka bahwa kebanggaan terbesar kita adalah pencapaian moral dari mereka?

Jangan sampai pendidikan moral hanya ada di ketiak kitab suci dan pojokan rumah ibadah. Jika itu terjadi, maka hancurlah kita, padahal mestinya moralitas selalu melekat dalam setiap sendi dan aliran darah kita yang terwujud dalam tindakan nyata.

Sudah terlalu banyak orang PINTAR di negeri ini, namun terlalu langka yang memegang teguh MORAL, padahal maju mundurnya suatu bangsa ditentukan dari MORALITAS pemimpin dan rakyatnya.

Selamat bagi kita yang memilih PENDIDIKAN MORAL sebagai skala prioritas pilihan pendidikan generasi bangsa kita. Semoga indonesia memiliki generasi bangsa yang bermoral, dan itu tanggung jawab kita semua..

Oleh: Abdul Latief S Mulyadi, WTS

WTS: Writer Trainer Speaker. Penulis telah menerbitkan beberapa buku dan aktif di pengembangan sumber daya manusia, training public speaking, leadership, managemen, motivasi, dan beragam program lainnya bagi termasuk menyemai pengembangan para pelajar dan mahasiswa di Banten dengan program Early Leadership dan Early Motivaton.

follow twitter: @pondok_harmoni

Instragram : @abdullatiefku & @harmonydailyquotes