LEBAK, Pelitabanten.com – Meskipun bagi sebagian orang masih dianggap ketinggalan jaman, kesenian tradisional merupakan salah satu basis utama pendidikan moral dan karakter bagi generasi muda. Di tengah derasnya budaya luar negeri (baca: globalisasi) yang tak jarang merusak moral anak bangsa, karena pengaruhnya yang kerap bertentangan dengan tradisi adat ketimuran, kesenian tradisional menjadi jawaban kembali pada kearifan lokal, untuk menghargai dan melestarikan warisan budaya para leluhur.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Imas Kania, Ketua Komite Seni Tari Dewan Kesenian Lebak saat ditemui di kediamannya, Jl. Jenderal A. Yani No. 69 RT 01/02 Kp. Rancasema Ds. Kaduagung Kec. Cibadak Kab. Lebak-Banten. “Kesenian tradisional di kalangan anak muda sepertinya sudah mulai ditinggalkan. Sudah bukan lagi menjadi bagian gaya hidup yang diwariskan kepada mereka karena terbawa arus jaman. Mereka lebih memilih budaya barat hanya agar dibilang tidak ketinggalan jaman yang sesungguhnya hanyalah ikut-ikutan”, kata Imas Kania yang juga pengasuh Sanggar Putra Panglipur dalam bincang-bincang sore bersama Pelitabanten.com. Selasa (7/3/2017)
Lebih dari dua puluh tahun, wanita yang akrab disapa Mamah Imas ini menggeluti kesenian tradisional, yakni pencak silat dan tari tradisi. Konsistensi yang dijalaninya tidak membuat mati langkah dalam mengembangkan seni tradisi. Meskipun telah meraih banyak prestasi dalam pergaulannya di dunia silat dan tari, bersama anak-anak didiknya Mamah Imas tidak menolak permintaan sekalipun harus tampil di sebuah pesta pernikahan. “Hari Minggu kemarin (5/3/2017) anak-anak tampil di acara pernikahan putri Bapak Jumani di Kp. Babakan Ds. Malabar, Kec. Cibadak Kab. Lebak. Saya cukup senang, karena pesta pernikahan tidak harus mengadakan hiburan dangdutan, pencak silat dan tari kreasi tradisional juga ternyata cukup ramai diminati”, ujarnya antusias.
Mengembangkan kesenian tradisional di Kabupaten Lebak, daerah dengan penduduknya yang masih menganut budaya agraris merupakan bagian dari salah satu cara meredakan dampak negatif dari globalisasi yang pengaruhnya telah masuk ke desa-desa melalui media televisi, terlebih maraknya telepon pintar (Android) yang dimiliki oleh hampir semua anak remaja. Tampil di acara khitanan dan pernikahan merupakan upaya menanamkan kearifan lokal bagi generasi muda, seperti kata Mamah Imas, “Sanggar Putra Panglipur dengan senang hati bersedia tampil di acara khitanan dan pernikahan, selain bertujuan untuk menghibur masyarakat juga berusaha mengajak anak-anak muda khusunya kaum remaja untuk berlatih dan mengembangkan kesenian tradisional yang pada akhirnya mampu menjunjung tinggi nilai-nilai keraifan lokal agar budaya kita tidak tergerus oleh perkembangan jaman yang semakin mengesampingkan adat dan tradisi warisan para leluhur”, pungkasnya.