Beranda Budaya

Kata Abah..

Kata Abah..
ILUSTRASI (Sasin Tipchai/Pixabay)

Cerpen Karangan: Rina Kanayakanaka

Dulu Abah selalu bilang kepadaku untuk menjadi anak yang berbakti, pintar agama, pintar memilih teman pintar memuji orang lain, pintar memasak, pintar cari uang, pintar simpan uang… Pintar untuk semuanya, kata Abah aku ini anak yang memiliki kesempatan menjadi orang sukses nilai yang kuperoleh sejak jaman bangku SD hingga seusia sekarang orang orang memandang anak Abah ini paling utama tidak ada saingannya, itulah anak Abah.

Sebelum Abah tidak ada, ia bilang kepadaku jaga nasehat jaga tutur kata yang diperoleh dari jaman ingusan hingga menjadi orang sukses beneran katanya Abah.

Mulai ragu dengan kata kata Abah dulu,  saya mulai bingung bagaimana membawa semua nasehat nasehat Abah menjadi anak yang selalu unggul namun bukan pada masanya sedikit mulai lelah, Abah hebat tidak sepertiku. Abah bilang jangan terlalu banyak pakai topeng nanti susah dilepas jika sudah melekat dengan orang lain dulu Abah pernah mencoba memakai topeng ini namun Abah bukanlah manusia sembarangan beliau bijak bersikap bijaksana menyainginya sepertinya begitu sulit maafkan saya Abah ternyata topeng dan menggunakan topeng di masa sekarang sangatlah penting bukan sekedar dari topeng ini namun dengan ini semua orang orang bisa melihatku memandangku tidak meremehkanku.

Aku mulai melupakan kata kataAbah, dalam bidang pekerjaan aku lah nomor satu pasang topeng setiap harinya bukanlah hal yang rumit semua sudah menjadi kebiasaan semua orang tak ada bedanya seperti sampah tak ada apa apanya pengakuan demi pengakuan mulai kudapatkan bahkan orang terdahulu yang mencaci aku setelah Abah meninggal justru meratapi nasibnya mengadu namun saya mengikuti cerita mereka mengubar kata “kasihan” “kasihan” sambil tertawa, semua malah mengatakan kau tidak seperti Abah? Mengapa semua orang berkata tentang Abah? Abah sudah tidak ada sudah tenang tidak baik menyebutkan orang yang sudah tidak ada. Sambil memalingkan muka saya menutup pintu rumah ini sembari memperhatikan foto Abah di sudut kamar.

Dipenghujung cerita Abah pernah bilang kepadaku “jangan lupa perdulikan semua orang orang yang ada di dekatmu, mereka pasti akan menolong ketika kamu susah nanti”

Jaman sekarang orang mana ada yang menolong dengan Cuma Cuma semua mengenal orang mungkin karena uang. Lain ketika itu juga Abah pernah bilang jangan kau memakai topeng ketika dihadapkan disatu hal yang mungkin tidak baik posisi terasa terhimpit jangan menyikut nama orang lain harus bersih pikirkan orang lain.

Jaman sekarang mana ada Abah yang bisa bekerja tanpa memakai topeng, mengumbar kesalahan orang ke setiap relasi kerja, itu adalah hal yang paling menarik untuk menjatuhkan untuk mengalahkan.

Abah mungkin kecewa tapi ini pilihan Abah yang tak mungkin dielakan lagi, andai Abah disini coba lihat situasi zaman sekarang tak seperti jaman dulu. Kehidupan abah mengisahkan hal yang tak terlupa namun rasanya berat untuk mencoba melupa. Abah sudah nyaman dengan kehidupan barunya namun terasa benar semua kata kata Abah bahwa lagi lagi apa yang bisa kita dapatkan di hidup ini “Ambisi, Nak untuk mendapatkan uang banyak dengan alasan demi keluarga.” Itulah kami dengan pandangan serba milineal.

Saya merasakan ketika lelah ambisi datang bertui-tubi disanalah naluriku mulai melemah hingga air mata ini mulai sayu, ternyata tak baik hidup seperti ini benar kata Abah, dalam dunia ini harus kuat berlaku baik meskipun banyak teman jadi lawan,lawan jadi sahabat itulah kehidupan sebenarnya jangan hanya berpangku dan berharap dengan orang lain sebab itulah seni yang indah dalam memanggil derita, teruslah berharap kepada Tuhan Allah yang maha mengetahui tak pernah mengecewakan, meskipun sering dikecewakan.

Sepeninggal Abah tak ada mata ini begitu terpaku begitu banyak nisan yang berdatangan dan semakin hari semakin sesak untuk dilihat walaupun mereka semua yag telah tiada mungkin beberapa hari yang lalu berpikiran sepertiku namun keesokan harinya mereka sudah tak ada, matipun tidak ada yang tahu itulah takdir, takdir yang harus kita persiapkan setiap saat namun tak boleh mengoyahkan semangat menjalankan hidup karena benar kata Abah persiapkan kehidupanmu seolah besok kau akan mati, lakukan yang terbaik seolah ini adalah hari terakhirmu di dunia.

Untuk saat ini kalimat Abah amat melekat dalam ingatan seolah kehidupan benar benar mengajarkan semuanya dan mebuktikan semua yang telah di amanatkan oleh Abah. Ambisi untuk memiliki kehidupan yang setara dengan orang lain memang begitu lelah terlebih melihat isi dompet yang meringgis seolah kita bisa seperti mereka cukuplah kehidupan seperti ini, lain lgi pengalaman teman saya yang benar mengisahkan pesan abah ketika dijauhi dilupakan bahkan tak diperdulilan tetaplah berlaku baik kepadanya karena apalagi yang kita akan bawa ketika umur tak ada lagi.

Bahkan pengalaman terakhir ketika kami mencoba menulis tapi harus kau ingat ide ini harus ku luapkan secara sendiri tidak bersama-sama dengan orang lain, ingat “Kata Abah” -Perlihatkan bagaimana kau sebenarnya dengan karya dan yang kau miliki bukan dengan kedengkian-

Terimakasih Abah, kami akan selalu ingat pesan “Abah” mencintai berada di titik tertinggi ketika mulai mengikhlskan dan memeluk kerinduan dengan doa karena itulah karunia yang masih bisa kurasakan dari-Nya.