Beranda Budaya

BAHAGIA

BAHAGIA
Foto: Ilustrasi - Istimewa

Pelitabanten.com Apakah Anda bahagia? Coba tanya rekan sebelah Anda, apakah dia bahagia? Atau tanya kekasih, istri atau suami Anda, apakah mereka bahagia?

Bahagia seperti menjadi isu yang tak pernah usang sejak zaman Adam hingga akhir zaman kelak. Bahkan konon Adam dilontarkan dari Surga karena nafsu yang ingin kebahagiaannya di surga kekal selamanya.

Secrotes, Plato, aristoteles dan para filsuf menjadikan kebahagiaan menjadi salah satu fokus kajian diskusi mereka, yang pada akhirnya mereka tak dapat menemukan kebahagiaan dalam kajian diskusi.

Hingga kini, kebahagiaan tetap menjadi kajian yang tak lekang. Orang mendatangi para motivator, psikolog, bahkan paranormal untuk menjadi bahagia, toh belum tentu mereka yang didatangi juga berbahagia.

Lantas apa itu bahagia, dan bagaimana menjadi bahagia? Kalau anda sedang online, silahkan tuliskan kata “kebahagiaan” di search engine komputer anda. Akan ada ratusan, ribuan bahkan jutaan arti bahagia. Lantas mana yang akan Anda gunakan untuk menghantarkan pada kebahagiaan?

Ada fakta menarik dirilis Majalah SWA edisi April-Mei 2012 ini yang mengangkat tajuk “Kebahagiaan, Rahasia di Balik keberhasilan bisnis”.

Berdasarkan survey Tracking Global Happiness yang dilakukan Ipsos, Masyarakat Indonesia menempati peringkat pertama dalam level kebahagiaan.

Pada survey Tracking di November 2011, 51% orang Indonesia mengaku sangat bahagia, dan 42% menyatakan bahagia. Hasil ini mengungguli tingkat kebahagiaan penduduk dari negara makmur seperti Australia, Amerika Serikat, Jerman, dan Prancis.

“WoW, hebat sekali orang Indonesia…!!, semoga urat sengsara masyarakat kita sudah putus, hingga yang dirasakan hanya bahagia..” gumamku.

SWA juga melansir bahwa pada 2 april 2012, PBB menggelar Conference on happiness, di New York. Hasilnya dirilis World Happiness Report oleh Columbia University’s Earth Institute, yang salah satunya mengindikasikan bahwa tidak relevannya hubungan antara Gross National Product (Baca: pendapatan) dengan kebahagiaan.

Tak mau kalah, Perdana menteri Inggris, David Cameron mendorong perangkat pengukuran General Well Being (GWB), yang mengakui bahwa hidup lebih berharga ketimbang uang.

Untuk melengkapi data, SWA melakukan survey mereka dan manyatakan bahwa Karyawan yang bahagia cenderung lebih produktif dibanding mereka yang tidak atau kurang bahagia. Di kantor,faktor Kebahagiaan ditentukan suasana nyaman (43%), sementara gaji hanya di peringkat ke-4 (12,08%).

Data ini akan menjadi tambahan tesis dari hipotesa-hipotesa tak berujung tentang kebahagiaan. Bahwa “Uang bukanlah segalanya..”. Jadi, pimpinan tertinggi di perusahaan, belum tentu lebih bahagia ketimbang seorang supir atau office boy. Atau silahkan tanya atasan atau bos Anda, apakah dia lebih bahagia dari Anda? Aku coba bertanya pada bapak yang duduk di sebelahku di bus kota ini “apakah bapak bahagia..?” Dia malah melengos dari tatapanku, mungkin menganggapku stress.. Ha.. Ha..

Seakan langit merestui tulisanku, sang pengamen di bus kota ini melantunkan lagu Rhoma Irama tentang “duit”. ha.. Ha…

Analogi klasik tentang seorang tukang becak yang tidur di atas becaknya saat menuggu penumpang, ternyata telah membuat cemburu para pengemudi mobil mewah yang mengalami imsomnia walau sudah menggunakan ranjang seharga puluhan juta. Di Singapura, bahkan ada Hotel yang menyediakan 11 macam bantal, agar pengunjungnya dapat menikmati tidur.

Sebuah keluarga yang bertumpuk menunggangi motor bersama anak dan istri untuk bertamasya di pinggir pantai, menggelar tikar kusam dan serantang masakan rumah sambil menikmati alam tepi laut, belum tentu kurang bahagia ketimbang mereka yang berpesawat untuk berjemur di pinggir pantai hawai.

Kata guruku dulu, “kebahagiaan itu di sini…” Sambil menunjuk dada kirinya, seraya berucap bahwa kebahagiaan itu berada di hati.

“Idza maa kunta, dza qolbin qonuu’in.. Anta wa maaliku ad-dunya sawaa…; Jika hatimu merasa bahagia, maka engkau dan seluruh raja di dunia tak ada beda…”.

Menutup tulisan ini, aku teringat kisah lama tentang seorang pemuda yang galau di tepi danau. Datanglah seorang kakek menghampiri dan bertanya tentang sebab kegalauannya.

Dalam benak sang pemuda, dialah pria yang paling sengsara sedunia. Beban hidupnya yang paling berat.

Lantas sang kakek mengambil segelas air danau dan memasukan segenggam garam yang ia ambil dari kantong tasnya. “Minumlah air ini..!!” Ujar sang kakek sambil menyodorkan gelas ke pemuda itu.

“Hueks… Asin sekali air ini..!!” Jawab sang pemuda sambil memuntahkan air dari mulutnya.

“Baiklah… Sekarang perhatikan, segenggam garam ini akan saya lemparkan ke dasar danau..” Ucap sang kakek sambil mengaduk danau dan kembali mengambil air danau dengan gelasnya lalu menyodorkannya untuk sang pemuda.”Bagaimana rasanya?”

“Airnya segar… Tak asin sedikitpun..”

“Anakku…, garam itu ibarat beban kehidupan, sedangkan gelas dan danau itu layaknya hati kita. Beban dan masalah hidup seseorang bisa saja sama, tapi yang membedakan adalah luasnya hati yang kita siapkan untuk menghadapi kehidupan. Semakin luas hati kita semakin kita merasakan segarnya kehidupan…” Ujar sang kakek sambil berlalu untuk menyuguhkan segelas air garam untuk pemuda galau lainnya.

Kebahagiaan itu di sini, di hati ini… Lantas siapa pencipta dan pemilik hati ini? Datangilah DIA, Yang Maha Tahu, bagaimana cara kita berbahagia. Selamat berbahagia…

Oleh: Abdul Latief, WTS

WTS: Writer Trainer Speaker. Penulis telah menerbitkan beberapa buku dan aktif di pengembangan sumber daya manusia, training public speaking, leadership, managemen, motivasi, dan beragam program lainnya bagi termasuk menyemai pengembangan para pelajar dan mahasiswa di Banten dengan program Early Leadership dan Early Motivaton.

follow twitter: @pondok_harmoni

Instragram : @abdullatiefku & @harmonydailyquotes